Minggu, 06 November 2011

Tegar Anakku, Tegarlah Seperti Ibumu!...

Namaku adalah Marlina. Panggil saja aku Lina. Aku adalah gadis manis pendiam, tetapi wajahku senantiasa tersenyum kepada setiap orang, hingga orang-orang yang mengenalku, menyukaiku karena aku murah senyum. Umurku sekarang kurang lebih 31 tahun. Aku dilahirkan di keluarga miskin, yang kadang makan cuma sekali dalam sehari.

Tahun 1995, aku keluar dari SMP. Dan setelah itulah aku dinikahkan sama orangtuaku. Aku ini ibaratnya seperti Siti Nurbaya, dijodohkan oleh ibuku dengan kerabat jauhnya yang lebih mapan dan kaya. Perjodohan itu aku terima dengan lapang dada dan dengan hati syukur karena pikirku aku sudah tidak menjadi beban orangtuaku lagi. Minimal, saya bisa memberi kesempatan kepada adik-adikku yang masih kecil untuk melanjutkan pendidikannya lebih tinggi dariku hingga jenjang SMU.

Namun, nasib naas menimpaku. Allah mengujiku dengan ujian berat. Menjelang hitungan hari H pernikahanku, aku mengalami musibah kecelakaan di Tangkuban Prahu, setelah mengantar keluarga ayahku berobat di Majalaya-Bandung. Mobil yang kami kendarai oleng dan terguling tak karuan hingga ke pinggir jalan. Akibat dari kecelakaan itu, dahiku sobek sampai ujung mata yang menyebabkan kebutaan selama kurang lebih dua hari.

Dahiku yang sobek harus dijahit dengan 7-8 jahitan karena sobeknya dalam dan panjang hingga ke pelipis mata. Karena kecelakaan itulah, perjodohanku dengan kerabat jauh ibuku dibatalkan. Alasannya karena wajahku sudah berubah tidak seperti dulu lagi. Aku terima dengan hati ikhlas atas ketidak-mauannya dari pihak keluarga laki-laki karena memang wajahku tidak seperti dulu lagi. Aku menangis sesenggukan di kamar hingga berhari-hari.

Beberapa minggu setelah gagal perjodohan itu, saya pindah ke Bekasi tahun 1998 mengurus BP3 sebuah SD. Beruntung, di Bekasi aku punya ayah angkat yang baik hingga aku menemukan pekerjaan yang mapan, yaitu di Perusahaan Jepang di Bekasi pada tahun 2002. Disinilah aku mempunyai kepercayaan diri lagi setelah bertahun-tahun menutup hati untuk lelaki.

Awal tahun 2004, aku berteman dekat seorang laki-laki yang dikenalkan oleh teman kerjaku di pabrik. Setelah beberapa kali berjumpa dan ngobrol, akhirnya aku dilamar olehnya. Selang beberapa minggu, pernikahanku pun dilangsungkan dengan ala kadarnya. Aku bahagia menjadi istrinya. Namun, suamiku masih belum puas mempunyai diriku sebagai istrinya. Akhirnya, aku menyetujui dia menikah lagi, padahal aku dalam keadaan mengandung “anaknya” 7 bulan. Dan tepat tanggal 10 bulan 10 tahun 2004, lahirlah bayi laki-laki sehat dan gagah. Bayi itu kuberi nama; Tegar.

Tanggal 04 Desember di tahun yang sama, aku dicerai oleh suamiku. Usia Tegar waktu itu masih baru menginjak 2 bulanan. Tega tak tega, akhirnya aku tinggalkan buah hatiku itu di pangkuan neneknya. Aku harus kuat dan tabah menjalani ini semua. Aku tinggalkan Tegar agar tetap bisa bekerja di perusahaan tersebut dan sebulan sekali pulang menjenguknya.

Hasil dari kerjaku, aku sisihkan dan aku tabung untuk masa depan Tegar. Target pertamaku waktu itu adalah ketika Tegar menginjak usia TK, dia harus mendapat kasih sayang dari ibunya yaitu kasih sayangku. Alhamdulillah… Target pertama dapat kupenuhi atas berkat taufik dan inayah-Nya. Aku bisa mendampingi dan mengantar anakku sekolah. Target kedua, ketika Tegar menginjak kelas 3 SD, aku harus punya rumah sendiri meski tidak besar dan mewah. Syukur alhamdulillah… Target kedua pun sudah mulai berjalan meski baru 75 %. Dan Tegar pun sekarang sudah berumur 7 tahun tepat tanggal 10 Oktober nanti.

Dan target ketigaku adalah ketika Tegar nanti keluar SD, ia harus tinggal di Pesantren Tahfidz Al-Qur’an; menghafalkan Al-Qur’an dan tentu saja mengamalkan apa-apa yang dihafalkannya itu. Ini adalah targetku untuk anakku dimasa mendatang agar menjadi anak yang sholeh, yang senantiasa mendoakanku baik ketika aku masih berkesempatan untuk mendampinginya maupun aku sudah di alam kubur terbujur kaku.

Aku selalu menitikkan airmata ketika Tegar selalu bersimpuh keharibaan-Nya seusai sholat disampingku;

“Ya Tuhan kami,
Janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah…
Ya Tuhan kami,
Janganlah Engkau bebankan kepada kami, beban yang tidak mampu kami pikul..
Ya Tuhan kami,
Sayangi dan kasihi ummiku tercinta sebagaimana Engkau mengasihi Nabi-Mu.
Itulah pintaku, ya Allah…
Amin…”

Tegar Anakku, tegarlah engkau seperti ibumu! Aku bersyukur kepada Allah dikaruniai putra sepertimu. Engkaulah “ustadz kecilku” yang senantiasa menguatkanku dikala aku lemah dan rapuh…



--------------------

NB: Kisah ini adalah kisah nyata yang di order oleh sahabat facebook agar saya menuliskannya menjadi sebuah cerpen. Tentunya, nama diatas adalah nama yang saya samarkan. Semoga menginspirasi anda semua…^_^

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008