Rabu, 05 Januari 2011

Seri Bedah Buku: Dengan Cinta Aku Berdakwah (12)

2. Pendekatan Ibadah dan Amal Shalih

Salah satu kiat efektif Rasulullah saw dalam menggugah cinta adalah kepiawaian beliau mengaitkan cinta dalam makna ibadah sehingga ibadah yang dilakukan seorang muslim benar-benar didasari keikhlasan yang dibingkai mahabbah. Salah satunya terpentas dalam hadits Al-Muflish, betapa ketika cinta telah sirna dari nurani seluruh ibadah hilang percuma, dan dialah orang yang bangkrut; amal ibadahnya habis, sementara dosa orang-orang yang dizhaliminya ditimpakan kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.

Nilai ibadah terkait dengan makna ukhuwah dan mahabbah dapat dirasakan dalam setiap bentuk aktivitas ibadah seorang muslim. Mulai dari shalat, puasa, zakat, haji, infaq, shadaqah dan sebagainya akan bermuara pada satu titik: ukhuwah. Karena apalah arti ibadah seseorang manakala dengan sesamanya selalu menebar petaka.

Melalui shalat lima waktu berjama’ah, shalat jum’at dan shalat hari raya (idul fitri dan idul adha), umat Islam mempunyai kesempatan untuk saling kenal mengenal, bersatu dan tolong menolong. Dari sini, kata Dr. Mustafa Masyhur dalam bukunya Bekal Dalam Perjalanan Dakwah, akan muncul ras kasih sayang dan sikap lemah lembut antar mereka. Mereka akan menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan, akan menjenguk saudara-saudara mereka yang sakit dan mereka akan bekerja sama baik dalam suka maupun duka.

Puasa memiliki nuansa ukhuwah karena ia memperkuat ikatan kebersamaan dan persaudaraan dalam jiwa setiap muslim. Tanpa ada kendala geografis, warna kulit, ras dalam ukhuwah dan mahabbah, karena pelecehan terhadap warna kulit saja –sebagaimana kisah Bilal dan Abu Dzar- oleh Nabi dikatakan sebagai kejahiliyyahan. Maka ketika ibadah mampu merekatkan ikatan persaudaraan itulah berkah mawaddah yang akan menggerakkan potensi umat pada gerak kemajuan dan meningkatkan fungsi optimalisasi. Dan disinilah bekal yang sangat penting dalam arena dakwah, gerakan Islam dan Jihad di jalan Allah Rabbul Izzah.

Demikian juga dalam ibadah haji, zakat dan ibadah-ibadah lain sesungguhnya selalu memiliki kontribusi ukhuwah guna menggapai mahabbah fillah.

Begitulah makna mahabbah sebagaimana terpancar dari sabda Rasulullah saw:

“Dari Abu Hurairah ra dia berkata, Rasulullah saw bersabda: “ Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit, lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraannya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuj
u shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan (duri) dari jalan adalah sedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka tepatlah bahwa ibadah –yang pada asal katanya berarti tadzallul dan kecintaan- dimaknai oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai ism jaami’ untuk segala yang dicintai Allah dan diridhainya dari perkataan, amal-amal baik yang zhahir maupun yang bathin.

3. Menanamkan Kebersamaan

Sebuah kebanggaan, keinginan dan obsesi orang yang mencintai kekasihnya biasanya berupa kebersamaan dengan sang kekasih. Sehingga dimanapun dia berada berbagai upaya untuk selalu dekat senantiasa diraihnya, bahkan dengan pengorbanan sekalipun ia rela asal dapat bersanding dengan sang kekasih. Ini secara fitri dikelola oleh Nabi saw menjadi potensial handal guna mengoptimalkannya dalam amal Islam. Maka Rasul saw potensi cinta itu dengan ungkapan sederhana, “Engkau bersama dengan orang yang kau cintai!”. Pengaruhnya? Ternyata dalam jiwa Anas tumbuh rasa cinta yang semakin mendalam untuk lebih dekat kepada Allah, Rasul-Nya dan Jihad, serta tumbuh cinta terhadap Abu Bakar dan Umar dan para sahabat lainnya.

Diantara bentuk kebersamaan, meski seseorang tidak dapat menyertainya secara fisik, adalah upaya untuk mengidentifikasikan diri dengan figur idola yang digandrunginya. Sebagai manifestasi cinta kepada Nabi saw misalnya, adalah dengan selalu mencontoh dan meneladani kehidupan Beliau sehingga sekecil apapun sunnah-sunnah Beliau selalu diupayakan semaksimal mungkin untuk dicontoh. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Al-Ahzab: 21)

Ibnu Umar ra adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang paling getol untuk mencontoh peri kehidupan Rasul sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya.

Suatu ketika Rasulullah saw pernah melakukan shalat di sebuah tempat, maka Ibnu Umar melakukannya pula di tempat tersebut. Di tempat lain Rasul saw pernah berdoa sambil berdiri, maka Ibnu Umar pun berdoa di tempat itu sambil berdiri. Di sebuah jalan Rasulullah saw pernah turun dari punggung untanya dan melakukan shalat dua rakaat, maka Ibnu Umar tak ingin ketinggalan melakukannya, jika dalam perjalanan ia kebetulan lewat di daerah itu dan di tempat itu. Bahkan ia takkan lupa bahwa unta tunggangannya Rasul saw berputar dua kali di suatu tempat di kota Mekkah sebelum Rasul turun dari atasnya untuk melakukan shalat dua rakaat, walaupun barangkali unta itu berkeliling dengan maksud untuk mencari tempat yang cocok baginya. Tapi Ibnu Umar ketika tiba di tempat itu segera membawa untanya berputar dua kali kemudian baru bersimpuh, setelah itu shalat dua rakaat, sehingga persis sesuai dengan perbuatan Rasulullah yang disaksikannya. Maka tak heran bila Aisyah ra mengatakan: “Tidak seorangpun yang mengikuti jejak langkah Rasulullah saw di tempat pemberhentiannya seperti yang dilakukan oleh Ibnu Umar...”

Bahkan Ibnu Umar pula yang paling banyak dan paling berhajat untuk menebarkan salam terhadap orang-orang yang berada dipasar sekalipun.

“Dari Thufail bin Abu Ka’ab ra, bahwasanya ia datang menemui Abdullah bin Umar, lalu keduanya pergi ke pasar. Thufail menceritakan, “Tidaklah Ibnu Umar melewati orang di tengah jalan, atau menjual barang dagangan atau orang-orang lain melainkan ia mengucap salam kepada mereka.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’)

Bersambung...

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008