22 Desember 2007
Tak pernah saya melihat sebelumnya, "kado secantik" ini. Entah dari mana datangnya, saya tak merisaukannya, karena yang pasti, insya allah kado itu akan menjadi milik saya. Sungguh saya tak bisa bercerita kepada anda tentang perasaan yang menderu saat pertama kali ditawari untuk menerima kado tersebut. Seseorang dengan ikhlas (Si Pemilik kado yang pertama) dengan sepenuh hati akan menyerahkannya kepada saya, hari ini.
Melihat bungkusnya yang indah berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil, tak salah penilaian saya, kado itu memang teramat cantik. Yang saya tahu, tidak hanya hari ini kadonya terbungkus seindah dan secantik itu, selalu terbungkus rapi.
Isinya? Jangan pernah tanyakan kepada saya, karena saya, juga orang lain tak pernah tahu apa dan bagaimana rupa isinya. Jangankan tersentuh, terlihat pun tidak. Seistimewa apakah kado itu? Sehingga tak seorangpun pernah melihat kado secantik ini? Dan seistimewa apa diri saya ini sehingga seseorang berkenan memberikannya kepada saya?
Terbayang dari bungkusnya, yang setiap saat selalu terlihat rapi dan terjaga dengan baik, yang tak tersentuh kecuali oleh yang berhak menyentuhnya, saya yakin, isi dan rupa didalamnya, jauh lebih indah dan cantik dari bungkusnya yang sejujurnya, adalah hal terpenting dari semua kecantikan sesuatu.
Maaf, saya tidak bisa mengajak anda untuk ikut membayangkan indah rupa isinya, dan kalaupun saya tahu anda mencoba melakukannya, sebaiknya anda berhadapan dengan saya. Kado tercantik itu akan menjadi milik saya, akan kujaga ia-nya dan takkan kubiarkan orang lain ikut menikmatinya, meskipun hanya sekedar membayangkannya.
Hmmm, ingin sekali kucari pita pembuka kado tersebut, agar segera kusingkap isinya. Tapi satu hal yang mengganjal saya, masih tersisa beberapa saat agar saya benar-benar mendapatkan izin untuk membukanya. Bahkan, lebih dari itu, harus kutunggu pemiliknya -yang menjaganya- yang merawatnya selama ini benar-benar menyerahkannya kepada saya dalam satu upacara sakral. Kenapa sedemikian sakral? “Sesuatu yang cantik nan suci harus diserahkan dalam koridor keagungan yang juga suci juga”, jawab pemilik kado pertama. Tak apalah, sebagai satu jalan untuk tetap mensucikan diri saya, juga kado cantik itu, wajib saya jalani upacara sakral itu.
Saya berjanji, setelah saya terima dalam keharibaan, kado tersebut akan saya jaga, saya rawat dan saya perlakukan ia-nya agar tetap menjadi kado tercantik, terindah, terbaik, terbagus untuk selamanya. Sampai tak ada lagi yang membuat saya harus melirik kado-kado lain yang terkadang hanya bagus dan cantik bungkusnya saja.
22 Desember 2010
Kini, kado tercantik itu sudah berumur tiga tahun dalam keharibaan. Dan terbukti, sampai saat ini kado itu tetap menjadi kado tercantik, terindah, terbaik dan terbagus. Tahukah anda teman, “Kado Tercantik” apakah yang saya miliki ini? Sehingga membuat anda penasaran?
…… Dia adalah istriku tercinta. Tulang rusukku. Belahan jiwaku…^_^
Selamat Ultah ketiga pernikahan kita, wahai istriku. Semoga Allah, Dzat yang Maha Ar-Rohman & Ar-Rohim senantiasa menjaga & mendidikmu menjadi istri yang sholehah dan bertakwa. Amin, ya robbal ‘aalamiin…
Hari ini, adalah Hari Spesial bagi saya karena Pernikahan kami (saya & istri tercinta) bertepatan dengan Hari Ibu. Dan di hari ini, saya bahagia dan menangis disaat bersamaan. Bahagia karena dianugerahi Istri yang cantik & sholihah, dan menangis karena belum bias memberikan yang terbaik buat ibunda tercinta.
Nadzar saya kepada Ibu hari ini; “Ibu, jika kelak anakmu ini diberikan keluasan rezeki yang halal & barokah, maka izinkanlah anakmu ini untuk memberangkatkan haji untuk ibu…”
Saya yakin, andapun pasti punya himmah (cita-cita) sendiri tentang tanggal hari ini (22 Desember) untuk ibu tercinta anda…^_^
Tak pernah saya melihat sebelumnya, "kado secantik" ini. Entah dari mana datangnya, saya tak merisaukannya, karena yang pasti, insya allah kado itu akan menjadi milik saya. Sungguh saya tak bisa bercerita kepada anda tentang perasaan yang menderu saat pertama kali ditawari untuk menerima kado tersebut. Seseorang dengan ikhlas (Si Pemilik kado yang pertama) dengan sepenuh hati akan menyerahkannya kepada saya, hari ini.
Melihat bungkusnya yang indah berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil, tak salah penilaian saya, kado itu memang teramat cantik. Yang saya tahu, tidak hanya hari ini kadonya terbungkus seindah dan secantik itu, selalu terbungkus rapi.
Isinya? Jangan pernah tanyakan kepada saya, karena saya, juga orang lain tak pernah tahu apa dan bagaimana rupa isinya. Jangankan tersentuh, terlihat pun tidak. Seistimewa apakah kado itu? Sehingga tak seorangpun pernah melihat kado secantik ini? Dan seistimewa apa diri saya ini sehingga seseorang berkenan memberikannya kepada saya?
Terbayang dari bungkusnya, yang setiap saat selalu terlihat rapi dan terjaga dengan baik, yang tak tersentuh kecuali oleh yang berhak menyentuhnya, saya yakin, isi dan rupa didalamnya, jauh lebih indah dan cantik dari bungkusnya yang sejujurnya, adalah hal terpenting dari semua kecantikan sesuatu.
Maaf, saya tidak bisa mengajak anda untuk ikut membayangkan indah rupa isinya, dan kalaupun saya tahu anda mencoba melakukannya, sebaiknya anda berhadapan dengan saya. Kado tercantik itu akan menjadi milik saya, akan kujaga ia-nya dan takkan kubiarkan orang lain ikut menikmatinya, meskipun hanya sekedar membayangkannya.
Hmmm, ingin sekali kucari pita pembuka kado tersebut, agar segera kusingkap isinya. Tapi satu hal yang mengganjal saya, masih tersisa beberapa saat agar saya benar-benar mendapatkan izin untuk membukanya. Bahkan, lebih dari itu, harus kutunggu pemiliknya -yang menjaganya- yang merawatnya selama ini benar-benar menyerahkannya kepada saya dalam satu upacara sakral. Kenapa sedemikian sakral? “Sesuatu yang cantik nan suci harus diserahkan dalam koridor keagungan yang juga suci juga”, jawab pemilik kado pertama. Tak apalah, sebagai satu jalan untuk tetap mensucikan diri saya, juga kado cantik itu, wajib saya jalani upacara sakral itu.
Saya berjanji, setelah saya terima dalam keharibaan, kado tersebut akan saya jaga, saya rawat dan saya perlakukan ia-nya agar tetap menjadi kado tercantik, terindah, terbaik, terbagus untuk selamanya. Sampai tak ada lagi yang membuat saya harus melirik kado-kado lain yang terkadang hanya bagus dan cantik bungkusnya saja.
22 Desember 2010
Kini, kado tercantik itu sudah berumur tiga tahun dalam keharibaan. Dan terbukti, sampai saat ini kado itu tetap menjadi kado tercantik, terindah, terbaik dan terbagus. Tahukah anda teman, “Kado Tercantik” apakah yang saya miliki ini? Sehingga membuat anda penasaran?
…… Dia adalah istriku tercinta. Tulang rusukku. Belahan jiwaku…^_^
Selamat Ultah ketiga pernikahan kita, wahai istriku. Semoga Allah, Dzat yang Maha Ar-Rohman & Ar-Rohim senantiasa menjaga & mendidikmu menjadi istri yang sholehah dan bertakwa. Amin, ya robbal ‘aalamiin…
Hari ini, adalah Hari Spesial bagi saya karena Pernikahan kami (saya & istri tercinta) bertepatan dengan Hari Ibu. Dan di hari ini, saya bahagia dan menangis disaat bersamaan. Bahagia karena dianugerahi Istri yang cantik & sholihah, dan menangis karena belum bias memberikan yang terbaik buat ibunda tercinta.
Nadzar saya kepada Ibu hari ini; “Ibu, jika kelak anakmu ini diberikan keluasan rezeki yang halal & barokah, maka izinkanlah anakmu ini untuk memberangkatkan haji untuk ibu…”
Saya yakin, andapun pasti punya himmah (cita-cita) sendiri tentang tanggal hari ini (22 Desember) untuk ibu tercinta anda…^_^
0 komentar:
Posting Komentar