3. Fondasi Ruhiyah: Cinta Karena Allah
Fondasi ruhiyah yang sangat kuat pengaruhnya dalam dakwah adalah cinta karena Allah. Cinta ini akan mendorong setiap mukmin untuk senantiasa berpikir, berupaya, beramal dan bertawakkal kepada Allah.
Kadang terbersit keraguan dalam jiwa, muncul kebosanan dalam menjalani aktivitas, merasa jenuh dengan berbagai beban yang menghimpit bahkan futur atau malas untuk “bergerak”, itu tandanya bibit-bibit cinta tengah layu, gersang tak bersemi merekah dalam jiwa. Akan tetapi jika cinta telah menyapa maka, jiwa akan kembali bangkit menapaki jalan meski duri telah menanti.
Ikhwati fillah, karena itu kita perlu inovasi-inovasi agar cinta tak layu apalagi mati. Yakni dengan melakukan mudarasah (belajar) bersama, mengkaji berbagai kondisi dan menghadirkan terapi.
Misalnya dengan silaturrahmi kita dapat berbagi hati, selain mendapat luasnya rezeki dan panjangnya nikmat usia dari ilahi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Barang siapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaknya ia menyambung tali silaturahmi” (Muttafaqun ‘alaihi)
Misalnya disaat gundah gulana, hadirlah bersama para ikhwah untuk saling menasihati, muhasabah diri dan meningkatkan kualitas ruhiyah. Karena di dalam lingkungan yang mulia, kita pun akan menjadi mulia. Sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah, ketika berdekatan dengan penjual minyak wangi, minimal kita mendapatkan bau harumnya.
Rasulullah saw pun menjamin dua orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah akan dinaungi oleh Allah dimana pada suatu hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.
4. Cinta Kunci Kemenangan
Dr. Mu’inudinillah MA dalam bukunya “Ta’liful Qulub” menjelaskan bahwa kedekatan kita kepada Allah adalah kunci kemenangan dakwah. Karena kemenangan itu ditangan Allah, maka sebagai hamba Allah kita seyogyanya menyandarkan segalanya kepada Allah. Untuk membangun kedekatan dengan Allah kita harus melakukan tarbiyah dzatiyah atau pembinaan diri secara maksimal.
Tarbiyah itu unik karena berasal dari Allah. Tarbiyah merupakan ciri keunikan dan cikal bakal umat Islam. Keberhasilan umat Islam karena tarbiyah, kegagalan umat Islam pun karena jauhnya umat dari tarbiyah. Tarbiyah inilah yang membedakan umat Islam dari kaum Yahudi dan Nasrani, karena umat Islam membaca Al-Qur’an untuk dipahami dan diamalkan.
Oleh karena itu setiap kita harus melakukan program tarbiyah dzatiyah untuk meraih kemenangan yang sesungguhnya dari Allah.
Karena kemenangan dakwah tidak bisa dilepaskan dari campur tangan Allah (tadakhul rabbani), maka kedekatan spiritual kepada Allah adalah suatu keniscayaan dalam aktivitas dakwah.
Kondisi ruhiyah yang melingkupi juru dakwah sangat berpengaruh pada berhasil tidaknya dakwah itu sendiri. Karena hakikat dakwah adalah untuk menyentuh hati, menggugah pikiran, perasaan, logika dan emosi kejiwaan, serta menggerakkan potensi umat, maka kualitas ruhiyah sangat urgen.
Kualitas ruhiyah para da’i adalah wasilah yang sangat efektif untuk memberikan quwwatut ta’tsir (daya pengaruh) kepada masyarakat. Ibarat medan magnet, semakin kuat daya tariknya, maka semakin kuat pula pengaruhnya untuk menarik benda-benda sekelilingnya dalam orbitnya.
Ketika dakwah mengalami kegagalan atau penolakan, maka evaluasi pertama yang harus dilakukan adalah; “Bagaimana kondisi ruhiyah para da’inya?”
Bersambung…
Fondasi ruhiyah yang sangat kuat pengaruhnya dalam dakwah adalah cinta karena Allah. Cinta ini akan mendorong setiap mukmin untuk senantiasa berpikir, berupaya, beramal dan bertawakkal kepada Allah.
Kadang terbersit keraguan dalam jiwa, muncul kebosanan dalam menjalani aktivitas, merasa jenuh dengan berbagai beban yang menghimpit bahkan futur atau malas untuk “bergerak”, itu tandanya bibit-bibit cinta tengah layu, gersang tak bersemi merekah dalam jiwa. Akan tetapi jika cinta telah menyapa maka, jiwa akan kembali bangkit menapaki jalan meski duri telah menanti.
Ikhwati fillah, karena itu kita perlu inovasi-inovasi agar cinta tak layu apalagi mati. Yakni dengan melakukan mudarasah (belajar) bersama, mengkaji berbagai kondisi dan menghadirkan terapi.
Misalnya dengan silaturrahmi kita dapat berbagi hati, selain mendapat luasnya rezeki dan panjangnya nikmat usia dari ilahi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Barang siapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaknya ia menyambung tali silaturahmi” (Muttafaqun ‘alaihi)
Misalnya disaat gundah gulana, hadirlah bersama para ikhwah untuk saling menasihati, muhasabah diri dan meningkatkan kualitas ruhiyah. Karena di dalam lingkungan yang mulia, kita pun akan menjadi mulia. Sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah, ketika berdekatan dengan penjual minyak wangi, minimal kita mendapatkan bau harumnya.
Rasulullah saw pun menjamin dua orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah akan dinaungi oleh Allah dimana pada suatu hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.
4. Cinta Kunci Kemenangan
Dr. Mu’inudinillah MA dalam bukunya “Ta’liful Qulub” menjelaskan bahwa kedekatan kita kepada Allah adalah kunci kemenangan dakwah. Karena kemenangan itu ditangan Allah, maka sebagai hamba Allah kita seyogyanya menyandarkan segalanya kepada Allah. Untuk membangun kedekatan dengan Allah kita harus melakukan tarbiyah dzatiyah atau pembinaan diri secara maksimal.
Tarbiyah itu unik karena berasal dari Allah. Tarbiyah merupakan ciri keunikan dan cikal bakal umat Islam. Keberhasilan umat Islam karena tarbiyah, kegagalan umat Islam pun karena jauhnya umat dari tarbiyah. Tarbiyah inilah yang membedakan umat Islam dari kaum Yahudi dan Nasrani, karena umat Islam membaca Al-Qur’an untuk dipahami dan diamalkan.
Oleh karena itu setiap kita harus melakukan program tarbiyah dzatiyah untuk meraih kemenangan yang sesungguhnya dari Allah.
Karena kemenangan dakwah tidak bisa dilepaskan dari campur tangan Allah (tadakhul rabbani), maka kedekatan spiritual kepada Allah adalah suatu keniscayaan dalam aktivitas dakwah.
Kondisi ruhiyah yang melingkupi juru dakwah sangat berpengaruh pada berhasil tidaknya dakwah itu sendiri. Karena hakikat dakwah adalah untuk menyentuh hati, menggugah pikiran, perasaan, logika dan emosi kejiwaan, serta menggerakkan potensi umat, maka kualitas ruhiyah sangat urgen.
Kualitas ruhiyah para da’i adalah wasilah yang sangat efektif untuk memberikan quwwatut ta’tsir (daya pengaruh) kepada masyarakat. Ibarat medan magnet, semakin kuat daya tariknya, maka semakin kuat pula pengaruhnya untuk menarik benda-benda sekelilingnya dalam orbitnya.
Ketika dakwah mengalami kegagalan atau penolakan, maka evaluasi pertama yang harus dilakukan adalah; “Bagaimana kondisi ruhiyah para da’inya?”
Bersambung…
0 komentar:
Posting Komentar