Rabu, 15 Desember 2010

Seri Bedah Buku: Dengan Cinta Aku Berdakwah (1)

1.Urgensi Cinta Dalam Dakwah

Mencintai dan dicintai adalah hal yang sungguh membahagiakan. Kehadiran cinta membuat hari-hari lebih berbunga. Semarak warna sumringah. Melipat-gandakan energi. Memercikkan embun-embun ketenangan pada batin. Dan membuat hidup terasa punya makna. Benar sekali yang dikatakan banyak orang, cinta memang sangat indah.

Perihal cinta-mencintai adalah sesuatu yang juga diserukan oleh Baginda Rasulullah. Sebagaimana yang pernah sabdakan; “Barang siapa yang tidak menyayangi orang lain, ia tidak akan disayangi”.

Atau dengar pula sabdanya yang lain, “Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sehingga saling mencintai...”.

Kemudian, bagaimana pula cerita cinta kita dengan Yang Maha Mencintai?

Sejatinya, cinta ini yang tertinggi. Cinta ini pula yang membuat cinta-cinta lain menjadi lebih bermakna dan lebih mulia sejagad raya. Sungguh kita tak akan pernah bertepuk sebelah tangan mengejar cinta ini. Rasa kecewa tak akan pernah hadir sebab Ia selalu Maha Memberi apa yang terbaik buat para pecinta-Nya. Sebab Ia selalu bersama mereka. Sebab Ia Maha Mendengar segala pinta. Dan sebab Ia adalah puncak segala cinta.

Cinta Allah dinyatakan dengan jelas dalam rangkaian kalimat kauniyah dan qauliyah-Nya. Dan sekiranya lautan dijadikan tinta untuk menuliskan semuanya, niscaya lautan itu akan mengering sebelum mencapai sepersepuluhnya. Tapi, kenapa Ia masih bertanya kepada kita?

“Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu?” (An-Najm: 55)
Allah SWT juga berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”. (Al-Maidah: 54)

2. Cinta dan Dakwah
Cinta. Sebuah kata singkat yang memiliki makna luas. Walaupun belum teridentifikasi secara pasti, namun eksistensi cinta diakui oleh semua orang. Al-Ghazali mengatakan cinta itu ibarat sebatang kayu yang baik. Akarnya tetap di bumi, cabangya di langit dan buahnya lahir batin, lidah dan anggota-anggota badan. Ditujukan oleh pengaruh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan, seperti ditujukkanya asap dalam api dan ditunjukkanya buah dan pohon.

Cinta sejati hanyalah pada Rabbul Izzati. Cinta yang takkan bertepuk sebelah tangan. Namun Allah tidak egois mendominasi cinta hamba-Nya. Dia berikan kita cinta kepada anak, istri, suami, orang tua, kaum muslimin, dll. Tapi cinta itu tentu porsinya tidak melebihi cinta kita pada Allah, karena Allah berfirman:

“Katakanlah: "jika bapak-bapak , anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (At-Taubah: 24)

Dakwah adalah aktivitas mulia untuk menyeru manusia ke jalan Allah, hidup dalam hidayah-Nya, melangkah dalam bimbingannya dan bergerak dalam naungan cinta-Nya. Dorongan dakwah yang paling besar sesungguhnya adalah dorongan cinta yang sangat kuat untuk menyelamatkan diri dan umat manusia dari ketersesatan. Itulah yang dirasakan Rasulullah saw ketika memikirkan nasib kaumnya dalam kejahiliyahan yang tengah memuncak. Allah menggambarkan kegelisahan kekasih-Nya itu dalam firman;

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At-Taubah: 128)

Dorongan cintalah yang senantiasa mendorong Rasulullah untuk memikirkan nasib umatnya. Bahkan hingga menjelang wafatnya, beliau selalu memikirkan dan menyebut umatnya, “ummatii...ummatii...”

Maka berbagai kesempatan tak pernah beliau lewatkan kecuali untuk mengajak manusia ke jalan Allah. Hingga anak seorang pembantunya yang Yahudi pun ia ajak ke jalan-Nya.

Saudaraku, saat ini masyarakat kita sedang sakit. Borok kemaksiatan ada dimana-mana, dekadensi moral marak melanda kaum muda dan tak terkecuali juga generasi tuanya; korupsi, tidak amanah dalam menjalankan tugas, tidak jujur dan lain sebagainya.

Umat butuh cinta. Dan cinta yang tulus dari para da’i yang ikhlas itulah yang diharapkan dapat menyembuhkan umat dari sakit kronisnya dan membangunkan mereka dari tidur panjangnya.

Bersambung...

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008