Kamis, 21 Oktober 2010

Khawatir

Perasaan khawatir itu manusiawi. Tidak ada orang yang tidak pernah merasa khawatir dalam hidupnya. Jadi, wajar kalau seseorang pernah merasa khawatir. Justru berbahaya kalau kita tidak pernah merasa khawatir. Bias jadi kita menjadi orang yang ceroboh, nekat, dan tidak suka berpikir panjang. Perasaan khawatir dalam batas-batas tertentu justru baik, bias membuat kita waspada. Yang tidak boleh adalah kalau perasaan khawatir itu berlebihan lalu menguasai dan mengendalikan diri kita.

Bagaimama membedakan rasa khawatir yang berlebihan dengan rasa khawatir yang membuat kita waspada? Sebagai contoh, anak saya sekarang berumur 1,3 tahun dan baru bisa mencoba untuk berdiri. Kalau sedang tidur ia tidak mau diam; guling sana guling sini. Suatu kali ia terjatuh karena mau turun dari ranjang dan menggelinding ke tegel. Untung ranjangnya tidak terlalu tinggi, hanya sedikit memar di dahi. Karena khawatir kejadian itu terulang lagi yang mengakibatkan lebih parah, maka saya memasang kasur busa tipis di bawah ranjang. Disitu saya telah waspada. Akan tetapi, kalau karena khawatir lantas saya melarang anak itu bermain diatas ranjang, saya awasi 24 jam sehari tujuh hari seminggu, bahkan tidurpun harus selalu dalam gendongan saya, maka kekhawatiran saya sudah berlebihan.

Kekhawatiran yang berlebihan membuat hidup kita tidak tenang. Kita akan mudah berpikir buruk; takut ini takut itu, curiga ini curiga itu. Kita juga akan cenderung enggan berbuat apa-apa. Kalau akibatnya hanya sebatas pada pikiran, mungkin tidak akan terlalu fatal; paling kita gelisah dan resah sendiri. Yang celaka adalah kalau lantas membentuk sikap atau tindakan tertentu, bisa-bisa orang lain kena dampaknya. Contoh, orangtua yang begitu khawatir anak semata wayangnya tertimpa hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian ia melindungi si anak begitu rupa (over protective); tidak boleh ini tidak boleh itu, harus begini harus begitu. Pokoknya selalu dalam pengawasannya. Sehingga si anak bukannya senang, tetapi malah terkekang. Tidak sedikit anak yang memberontak karena sikap orangtua yang over protective ini.

Sebaliknya, anak dibiarkan sebebas-bebasnya juga sangat bahaya. Sudah banyak dan sering kita lihat di televise tentang anak perempuan yang baru setingkat SMP dan sederajatnya dibawa kabur oleh teman yang baru kenal beberapa hari di facebook ini. Maka dalam hal ini, orangtua harus benar-benar mengawasinya. Jangan sampai, sarana iptek ini disalahgunakan.

Lalu bagaimana supaya kita tidak dikuasai oleh perasaan khawatir, dan sebaliknya kita yang menguasai perasaan khawatir itu?

Pertama, memahami hidup ini lebih penting dibandingkan makanan, pakaian dan banyak hal lain yang kerap kita khawatirkan. Jangan karena khawatir hal-hal tersebut, kita malah kehilangan kebahagiaan ; kita tidak lagi dapat menikmati kehidupan ini. Padahal hidup ini adalah karunia dari Allah azza wa jalla, yang harus kita jalani dengan rasa syukur dan penyerahan diri kepada-Nya.

Kedua, menyadari kekhawatiran yang berlebihan tidak membuat hidup kita lebih ringan dan persoalan kita menjadi lebih beres. Kekhawatiran yang berlebihan justru akan menciptakan masalah baru dan membuat masalah yang sudah ada menjadi semakin sulit.

Ketiga, meyakini Allah dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah SWT tidak akan lalai mengasihi dan memelihara kita. Tuhan kita (Allah) adalah Tuhan yang bertanggung jawab; kalau Dia sudah memberi kehidupan kepada kita, tentunya Dia juga akan memberi kita kelengkapan untuk menjalaninya. Yang terpenting adalah kita tidak melanggar syari’at-syari’at-Nya, berjalan lurus di jalan-Nya, tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan serta jujur dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Allahumma yassir walaa tu’assir umuurona wa umuurol mukminin. Amin…

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008