Senin, 11 Oktober 2010

Kantuk

Kamis malam itu, saya berada di Bus Jurusan Malang-Jember. Karena kamis pekan terakhir, kuliah malam diliburkan karena ada khotmil qur’an di kampus. Habis Isya’ saya langsung bergegas ke terminal Arjosari Malang. Karena malam hari, saya pulang ke Pasuruan naik bus.

Bus penuh sesak. Penumpang berjejal-jejal, sampai berdiri pun susahnya minta ampun. Bau segala macam merasuk ke hidung. Sungguh menambah suasana jadi tidak nyaman.

Sebagian besar penumpang yang mendapat tempat duduk, asyik terkantuk-kantuk. Memperhatikan mereka jadi geli juga. Ada yang kepalanya sampai terpuntal-puntal mengikuti ayunan bus. Ada yang mulutnya terbuka, seperti ikan kehabisan air.

Malah di deretan kursi belakang, ada beberapa pasang muda-mudi yang duduk sambil bertukar headphone mendengarkan MP3 dari handphone, ada yang bermesraan dan sebagainya. Seakan tidak tahu keadaan sekelilingnya. Padahal disamping mereka berdiri seorang ibu tua, yang membawa tas sambil menuntun seorang anak kecil, terimpit-impit.

Sementara kondektur bus dengan enaknya berteriak-teriak: “Probolinggo, kosong! Jember, kosong!”.

Tapi mana para penumpang itu peduli. Begitulah, kalau kantuk sudah menyerang, orang jadi kehilangan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka asyik dengan urusan dan kenikmatannya sendiri.

Ada orang lain yang susah, ada orang lain yang membutuhkan pertolongan, masa bodoh saja. Tidak mau tahu. Pokoknya, yang penting tidak mengganganggu kenyamanan diri sendiri. Padahal, itu bukan sifat asli manusia.

Dalam Al-Qur’an, kita akan mendapati 99 Asmaul Husna yang salah satunya adalah Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim. Kalau kita berbicara tentang Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim, maka itu tidak lain adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Di dalam Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim ada kepedulian; ada kepekaan untuk saling memperhatikan dan kesediaan untuk berbagi. Peduli dan berbagi adalah dasar hidup bermasyarakat dimana saja. Pun dalam ruang lungkup yang lebih kecil; keluarga, kantor, RT. Sungguh, betapa damainya hidup ini.

Maka, ketika kita tidak lagi memiliki kepekaan untuk peduli terhadap orang lain, ketika kita tidak lagi memiliki kesediaan untuk berbagi dengan orang lain –hanya asyik dengan urusan dan kepentingan diri sendiri- jangan-jangan kita tengah terserang “kantuk”. Dan itu berarti, kita telah kehilangan sifat asli manusia. Padahal, mungkin disekitar kita , masih banyak orang yang “berdiri berdesak-desakan”. Wasior menunggu perhatian dan uluran tangan kita. Bangunlah!...

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008