Kemalasan sangat merusak. Banyak hal buruk terjadi karena kemalasan. Lihat saja dari hal yang sederhana; rumah jadi kotor karena malas membersihkan, kendaraan dan barang-barang elektronik cepat rusak karena malas merawatnya, pelajar dapat nilai ujian jelek karena malas belajar. Sampai hal-hal besar; negara rapuh dan miskin karena banyak penduduknya malas bekerja, malas berpikir dan malas berkarya.
Kemalasan memang bisa meyebabkan kemiskinan. Namun, jangan salah juga.. Tidak selalu orang miskin itu malas. Jadi jangan dibalik. Tidak sedikit lho, orang miskin yang sebetulnya rajin. Para pemulung contohnya; pagi-pagi buta sudah pergi mencari barang-barang rongsokan yang bisa dijual, malam baru pulang. Mereka umumnya tetap saja miskin. Memang, ada banyak faktor kemiskinan.
Jepang dan Singapura adalah dua negara kaya di Asia. Bahkan di dunia. Padahal sumber daya alam mereka tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan negara kita. Lha, kok mereka bisa makmur? Selain pemerintahannya relatif bersih dari virus korupsi, kolusi dan nepotisme; para pejabatnya bermoral dan punya integritas. Juga karena penduduk di kedua negara tersebut rajin bekerja dan belajar. Rata-rata mereka punya etos kerja yang sangat tinggi.
Jangan jauh-jauh. Kalau kita malas belajar, apa jadinya? Sekalipun pintar, kalau malas, ya jeblok juga kan di sekolah? Atau bayangkan olahragawan yang malas berlatih, setangguh apapun dia, pasti tidak akan berprestasi tinggi.
Prinsip dagelan orang malas; kecil senang-senang, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga, hehe cuma ada dalam mimpi di siang bolong. Tidak dalam kenyataan.
Kemalasan sebenarnya soal kebiasaan. Sekali bermalas-malasan enak, lalu dua kali, lalu tiga kali. Akhirnya jadi kebiasaan. Segala sesuatu kalau sudah menjadi kebiasaan memang sulit diubah. Sekalipun bukan mustahil juga, kalau ada kemauan. Cuma pasti tidak gampang mengubah sebuah kebiasaan.
Coba saja begini, biasanya kalau orang menjawab iya, kita akan mengangguk. Bila tidak, kita akan geleng kepala. Sekarang balik, kalau mau bilang iya gelengkan kepala, kalau bilang tidak anggukkan kepala. Pasti sulit, kan. Kenapa? Karena sudah kebiasaan dari dulu kalau menjawab iya, itu mengangguk dan menjawab tidak itu geleng kepala.
Maka, sebelum kemalasan menjadi belenggu yang sulit dipatahkan, segeralah keluar dari jeratnya. Dengan bekerja, belajar, berlatih dan berkarya. Jangan membiarkan diri terlena dengan kemalasan. Kuncinya hanya tiga kata: disiplin, disiplin dan disiplin.
Kemalasan memang bisa meyebabkan kemiskinan. Namun, jangan salah juga.. Tidak selalu orang miskin itu malas. Jadi jangan dibalik. Tidak sedikit lho, orang miskin yang sebetulnya rajin. Para pemulung contohnya; pagi-pagi buta sudah pergi mencari barang-barang rongsokan yang bisa dijual, malam baru pulang. Mereka umumnya tetap saja miskin. Memang, ada banyak faktor kemiskinan.
Jepang dan Singapura adalah dua negara kaya di Asia. Bahkan di dunia. Padahal sumber daya alam mereka tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan negara kita. Lha, kok mereka bisa makmur? Selain pemerintahannya relatif bersih dari virus korupsi, kolusi dan nepotisme; para pejabatnya bermoral dan punya integritas. Juga karena penduduk di kedua negara tersebut rajin bekerja dan belajar. Rata-rata mereka punya etos kerja yang sangat tinggi.
Jangan jauh-jauh. Kalau kita malas belajar, apa jadinya? Sekalipun pintar, kalau malas, ya jeblok juga kan di sekolah? Atau bayangkan olahragawan yang malas berlatih, setangguh apapun dia, pasti tidak akan berprestasi tinggi.
Prinsip dagelan orang malas; kecil senang-senang, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga, hehe cuma ada dalam mimpi di siang bolong. Tidak dalam kenyataan.
Kemalasan sebenarnya soal kebiasaan. Sekali bermalas-malasan enak, lalu dua kali, lalu tiga kali. Akhirnya jadi kebiasaan. Segala sesuatu kalau sudah menjadi kebiasaan memang sulit diubah. Sekalipun bukan mustahil juga, kalau ada kemauan. Cuma pasti tidak gampang mengubah sebuah kebiasaan.
Coba saja begini, biasanya kalau orang menjawab iya, kita akan mengangguk. Bila tidak, kita akan geleng kepala. Sekarang balik, kalau mau bilang iya gelengkan kepala, kalau bilang tidak anggukkan kepala. Pasti sulit, kan. Kenapa? Karena sudah kebiasaan dari dulu kalau menjawab iya, itu mengangguk dan menjawab tidak itu geleng kepala.
Maka, sebelum kemalasan menjadi belenggu yang sulit dipatahkan, segeralah keluar dari jeratnya. Dengan bekerja, belajar, berlatih dan berkarya. Jangan membiarkan diri terlena dengan kemalasan. Kuncinya hanya tiga kata: disiplin, disiplin dan disiplin.
0 komentar:
Posting Komentar