Minggu, 07 Maret 2010

Mimar Sinan, Sang Arsitek Sejati

Kalau berkaca pada sejarah, akan kita temukan bahwa arsitek-arsitek muslim terbesar telah melakukan banyak inovasi teknis. Yang paling terkenal, tentu saja Sinan!

Koca Mimar Sinan Aga (15 April 1489-17 Juli 1588 M) adalah arsitek ketua dan insinyur untuk Sultan Sulaiman I, Salim II dan Murad III. Selama periode 50 tahun, dia bertanggungjawab pada konstruksi dan supervisi 476 bangunan. Puncak hasil karyanya adalah Masjid Selimiye di Edirne, meski karyanya yang paling top adalah Masjid Sulaiman di Istanbul.

Ada sejumlah departemen dibawah naungannya, dan dia melatih banyak asisten, termasuk Sedefhar Mehmet Aga, arsitek sebenarnya Masjid Sultan Ahmet. Sinan ditahbiskan sebagai arsitek terbesar dari periode klasik arsitektur, setara dengan Michelangelo di Eropa.

Sinan terlahir dengan nama Joseph sebagai anak Armenia pada tahun 1489 M di Anatolia. Hanya sedikit masa kecilnya yang diketahui. Suatu dokumen menyebut bahwa dirinya adalah anak dari “Abdulmenan” (istilah untuk ayah nasrani tak dikenal yang anaknya menjadi muslim). Pada tahun 1512 M dia direkrut pada korps Janissari, yaitu pasukan khusus Utsmaniyyah, setelah masuk Islam. Karena usianya sudah 23 tahun, dia tidak diizinkan masuk sekolah tinggi kesultanan di istana Topkapi, tapi dikirim ke sebuah kursus ketrampilan. Semula dia belajar menukang kayu dan matematika, tapi kecerdasannya membuatnya segera menjadi asisten arsitek dan dilatih menjadi arsitek.

Tiga tahun kemudian, dia menjadi arsitek ahli dan insinyur. Dia juga beberapa kali terjun ke medan jihad sebagai anggota Janissari. Sebagai arsitek, dia mempelajari titik-titik kelemahan suatu struktur bangunan bila ditembak. Dia mendapat kewenangan untuk merobohkan bangunan-bangunan di tiap kota yang ditaklukkan, yang tidak sesuai dengan perencanaan kota. Dia juga membantu membangun benteng dan jembatan-jembatan, antara lain diatas Sungai Donau. Dia banyak mengonversi gereja menjadi masjid di kota-kota Eropa yang ikut ditaklukkannya.

Pengalaman sebagai insinyur militer memberikan Sinan pengalaman praktis daripada sekedar teori. Pada awal karirnya, arsitektur Utsmaniyyah sangat pragmatis. Bangunan hanya pengulangan dari bentuk yang telah ada sebelumnya. Mereka hanya menggabung elemen-elemen yang ada dan tidak memiliki konsep utuh. Tak ada ide baru. Lebih dari itu, arsitek sering agak boros dalam menggunakan material dan tenaga. Sinan mengubah secara perlahan ini semua. Dia mentransformasi praktek arsitektur yang telah mapan, memperkuatnya dan menambahnya dengan inovasi demi kesempurnaan.

Dia mulai bereksperimen dengan desain dan rekayasa struktur kubah tunggal dengan kubah banyak. Lalu mencoba suatu struktur geometri yang benar-benar baru, yang rasional dan menyatu secara spasial. Dia memvariasi kubahnya, mengelilingnya dengan berbagai variasi semi-kubah, pilar serta galeri yang beraneka. Kubahnya berkurva, tapi dia menghindari elemen-elemen kurva pada sisa desainnya, mengubah lingkaran kubah menjadi segiempat, segienam atau segidelapan. Dia mencoba harmoni berbagai geometri. Kejeniusannya terletak pada penataan ruang dan pemecahan ketegangan desainnya. Dia menggabungkan masjidnya dalam suatu cara yang efisien dalam suatu komplek yang melayani masyarakat sebagai pusat intelektual, komunitas dan kebutuhan sosial serta kesehatan.

Pada tahun1550 M, Sultan Sulaiman Al-Qanuni sedang di puncak kekuasaannya. Maka dia menugaskan ke arsitek khilafah; Sinan, untuk membangun Masjid khilafah, sebuah monumen abadi yang lebih besar dari lainnya, dan mendominasi kawasan Tanduk Emas (Istanbul). Masjid itu akan dikelilingi empat sekolah tinggi, dapur umum, rumah sakit, rumah singgah, pemandian dan rest area untuk para musafir. Sinan yang telah memimpin departemen ini, menyelesaikan tugas ini dalam tujuh tahun.

Menjelang akhir hayatnya, Sinan masih bereksperimen dengan menciptakan interior-interior yang elegan. Dia menghilangkan beberapa ruang yang dianggap tak perlu diatas tiang-tiang dibawah kubah utama. Ini dapat dilihat di Masjid Selimiye di Edirne. Pada saat membangunnya, dia tertantang oleh celoteh arsitek kafir lain, bahwa; “Kamu tidak akan bisa membangun kubah lebih besar dari Aya Sofia, apalagi sebagai muslim”. Ketika kubah Masjid Selimiye selesai, Sinan menunjukkan bahwa kubahnya adalah yang terbesar di dunia, meninggalkan Aya Sofia yang telah berusia hampir seribu tahunan. Dan Sinan telah berusia 80 tahun ketika bangunan itu selesai.

Di “luar negeri”, dia membangun Masjid di Damaskus yang hingga sekarang tetap menjadi salah satu monumen terpenting kota, juga Masjid Banya Basyi di Sofia Bulgaria, yang saat ini merupakan satu-satunya masjid yang masih berfungsi. Dia juga membangun jembatan Mehmet Pasa Sokolovic diatas sungai Visegrad di Bosnia Herzegovina yang sekarang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO.

Saat wafat pada usia hampir 100 tahun, Sinan telah membangun 94 masjid besar, 52 masjid kecil, 57 sekolah tinggi, 48 pemandian umum (hammam), 35 istana, 20 rest area (caravanserai), 17 dapur umum, 8 jembatan besar, 8 gudang logistic (granisaries), 7 sekolah Al-Qur’an, 6 saluran air (aquaduct) dan 3 rumah sakit.

Nama Sinan diabadikan sebagai nama universitas negeri di Turki “Mimar Sinan University of Fine Arts In Istanbul”, dan nama kawah di planet Merkurius. Sayang, setelah wafatnya, tak ada lagi muridnya yang se-berbakat dan seberani Sinan dalam “Ijtihad Arsitektur”. Dunia Islam tidak lagi menelurkan ide-ide baru arsitektur. Setelah beratus-ratus tahun kemudian, arsitektur Islam kembali ke kubangan teori saja.

Anda tertarik untuk melanjutkan perjuangan Koca Mimar Sinan Aga??...


-dari berbagai sumber-

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008