Kamis, 17 Desember 2009

Mengubah Dream Menjadi Real

Seberapa sering kita MENGINGINKAN atau MEMIMPIKAN sesuatu? Pasti sering sekali. Tapi seberapa sering kita MERENCANAKAN untuk memiliki sesuatu? Mungkin bisa dihitung dengan jari. Contohnya, kita pengin punya rumah suatu saat nanti, tanpa gambaran kapan suatu saat itu dan bagaimana mencapainya. Jarang kita berpikir “Aku ingin punya rumah di daerah X seharga Y dengan alasan Z dan insyaAllah akan dapat direalisasikan dalam waktu A dan dengan cara B”. Maka mengubah dream (mimpi) menjadi goal (tujuan yang jelas) itu menjadi satu langkah kunci dalam mewujudkan sebuah cita-cita. Dan kaitannya dalam kehidupan rumah tangga, langkah ini mau tidak mau harus disertai dengan financial planning alias perencanaan keuangan. Bagaimanakah financial planning itu? Dua kalimat slogan di bawah bisa jadi sedikit menggambarkannya dengan cukup tepat.

It is not about how much you earn money.
But it is about how much you save!

Kalimat itu saya temukan di buku Rich Dad Poor Dad karya Robert T Kiyoshaki yang terkenal itu. Menurut pendapat sang Rich Dad (Ayah kaya) dalam buku itu, yang utama dalam urusan pendapatan/materi bukanlah seberapa banyak uang yang dapat dihasilkan/diperoleh, namun berapa banyak uang yang dapat ditabung dan diinvestasikan kembali.

Dua kalimat di atas cukup menginspirasi saya, meski dengan penekanan yang berbeda. Kalimat itu bagi saya berarti bahwa berapapun pendapatan kita, semestinya kita dapat mengelolanya dengan bijak sehingga selalu ada bagian yang dapat ditabung, untuk dapat digunakan pada saat yang tepat di masa depan. Dan untuk itu, perencanaan keuangan dan menabung adalah satu hal yang sangat penting bagi tiap orang. Manajemen keuangan tidak ditujukan untuk membuat kita menjadi kaya, namun agar segala potensi yang kita miliki dapat dimaksimalkan dan diatur sehingga kehidupan ekonomi seseorang menjadi pas-pasan dalam levelnya masing-masing. Pas butuh pas ada!

“Untuk biaya hidup sehari-hari saja kurang. Mana sempat berpikir untuk menabung!” Kalimat ini adalah sebuah kalimat yang biasanya tertancap dalam benak sebagian besar orang Indonesia yang telah berkeluarga. Kalimat ini pula yang bisanya keluar jika seseorang ditanya tentang berapa banyak dia menabung tiap bulannya. Paradigma ini membawa keluarga indonesia pada budaya “hanya menabung jika ada selisih lebih antara pendapatan dan pengeluaran”. Maka sangat logis jika kebanyakan keluarga Indonesia tidak memiliki tabungan, bahkan lebih sering defisit karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Rumus yang biasanya berlaku adalah: Pendapatan - Pengeluaran = Selisih lebih (kurang). Bika lebih maka akan ditabung atau diinvestasikan kembali. Bila kurang? Ya, hutang.

Pada dasarnya, setiap pendapatan yang kita peroleh mengandung empat hak: pertama adalah Hak Allah yang harus ditunaikan pertama kali, yaitu dengan mengeluarkan ziswaf atas pendapatan kita kepada fakir miskin. Jadi, ziswaf tidak dikeluarkan dari kelebihan harta, namun dari setiap pendapatan yang kita peroleh.

Hak kedua yang mesti ditunaikan adalah hutang. Jika kita memiliki hutang kepada pihak lain, maka ia mesti mendapat alokasi nomor dua dari total pendapatan kita untuk dibayar/dilunasi setelah hak Allah. Sebab jika tidak, maka nyawa kita tergadai atas hutang itu. Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa seorang muslim yang meninggal dengan meninggalkan hutang, maka nyawanya tergadai sampai dengan hutang itu dilunasi.

Hak ketiga adalah hak masa depan keluarga kita. Allah lebih menyukai seorang muslim yang meninggalkan keluarganya dalam kondisi tidak berkekurangan. Konsekuensinya, menabung untuk masa depan menjadi sebuah kebutuhan yang harus dialokasikan dengan prioritas ketiga setelah ziswaf dan pembayaran hutang.

Baru selebihnya adalah hak yang keempat yaitu hak masa sekarang, yaitu biaya hidup sehari-hari. Dan biaya sehari-hari ini, besarnya relatif, tergantung kepada sisa yang dimiliki oleh yang bersangkutan

Di sinilah sesungguhnya kunci dari perencanaan keuangan: Bagaimana kita mengatur pendapatan agar keempat hak itu dapat dipenuhi secara adil, sesuai dengan proporsinya. Proporsi itu, tentu saja akan sangat berbeda bagi masing-masing orang.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008