Rabu, 06 Juni 2012

Cara Menghindari Cacingan

Tulisan ini terinspirasi karena saya sudah lama tidak minum obat cacing. Sekitar 2 tahunan saya tidak minum obat cacing.  Dulu, sewaktu saya masih SMU, guru Biologi saya, menganjurkan agar setiap setahun sekali orang dewasa harus minum obat cacing. Kalau untuk anak-anak, dari umur 2 tahun s/d 15 tahun, tiap 6 bulan sekali.


Saya masih ingat, ketika selesai pelajaran dan pulang sekolah, saya langsung bergegas ke Apotek untuk beli obat cacing. Obat cacing itu langsung saya minum. Entah, saya lupa merk obat cacingnya.  Yang pasti, obat cacing tersebut terdiri dari 2 pil berukuran lumayan besar.Esok harinya, ketika BAB, saya tidak sengaja melihat semacam sesuatu yang panjang sebesar tali kabel keluar melalui feses saya. Kemudian, hal tersebut saya tanyakan ke Guru saya bahwa itu adalah cacing yang ada di usus saya dan mati disebabkan oleh obat pembunuh cacing itu.

Teman, saya ingin berbagi informasi kepada anda tentang hal ini. Inilah informasi penting tentang cacingan yang saya dapatkan dari browsing di internet. Semoga bermanfaat bagi anda dan keluarga anda di rumah agar senantiasa menjaga kesehatan dan rutin untuk minum obat cacing. Kalau zaman saya dulu, obat cacing masih belum bisa menguraikan cacing yang mati sehingga cacing keluar bersama dengan feses. Kalau sekarang, obat cacing misalnya COMB**TRIN sudah bisa menguraikan cacing menjadi feses, sehingga ketika feses keluar, cacing sudah melebur bersama feses.

Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan sub-tropis, dan biasanya meningkat ketika musim hujan. Pada saat tersebut, sungai dan kakus meluap, dan larva cacing menyebar ke berbagai sudut yang sangat mungkin bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang.

Cacing yang biasa “menyerbu” tubuh manusia adalah cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi. “Di daerah dimana sanitasi lingkungan masih buruk, seperti Indonesia, hampir 90 persen anak-anaknya pasti terkena cacingan,” kata dr Adi Tagor. Ketika seorang anak yang cacingan buang air besar di lantai, maka telur atau sporanya bisa tahan berhari-hari, meskipun sudah dipel. “Sebelum dapat rumah, larva tidak akan keluar (menetas). Begitu masuk ke usus, baru ia akan keluar.”

Selain melalui makanan yang tercemar oleh larva cacing, cacing juga masuk ke tubuh manusia melalui kulit (pori-pori). Dari tanah, misalnya lewat kaki anak telanjang yang menginjak larva atau telur. Bisa juga larva cacing masuk melalui pori-pori, yang biasanya ditandai dengan munculnya rasa gatal. “Setelah menembus kulit, ia masuk ke pembuluh darah vena (balik), lalu menuju paru-paru. Nah, di paru-paru inilah muncul Sindroma Loffler. Anak jadi batuk seperti TBC, berdahak seperti asma. Ini termasuk ke dalam siklus perjalanan cacing.”

Setelah itu, cacing menggigit dinding usus bertelur dengan cepat di usus. “Di usus inilah makanan dipecah menjadi nutrient (zat gizi elementer yang sudah bisa diserap oleh usus). Ini yang “dibajak” oleh cacing. Jadi, cacing itu memang berdomisili di usus, karena ia tidak bisa mencernakan sendiri makanan. Ia harus makan yang sudah setengah cerna.” Selain siklus normal, cacing juga bisa menyebar ke tempat-tempat lain, seperti hati atau bagian tubuh lain.

Nutrisi Dibajak
Dampak cacingan ternyata tidak sepele. Dari pertumbuhan fisik yang terhambat, hingga IQ loss. Dampak yang paling banyak adalah anemia atau kadar haemoglobin (Hb) rendah. Hb sangat vital bagi manusia, lanjut dr Adi.

“Fungsinya seperti alat angkut, seperti truk, yang membawa oksigen dan makanan dari usus ke seluruh organ tubuh,” jelas Adi yang mengibaratkan fungsi kerja Hb yang seperti Bulog yang mengantar beras. “Kalau truk-nya sedikit, ya kiriman berasnya akan telat. Begitu pun pada orang yang anemia. Suplai oksigen dan nutrient ke otak sedikit, ke ginjal sedikit.”

Padahal, seorang anak yang sedang tumbuh membutuhkan banyak nutrient. “Nutrisi itu dibagi dua, yaitu makro nutrient (karbohidrat, lemak, protein, air) dan mikro nutrient (vitamin dan mineral). Nah, ini yang dibajak. Jadi, yang gemuk cacingnya, bukan anaknya,” tandas Adi. “Di dalam tubuh, cacing-cacing ini akan beranak lagi, lagi, dan lagi. Kadang-kadang, kalau menggumpal, bentuknya seperti bola. Bisa juga terjadi “erratic”, cacing keluar keluar lewat hidung atau mulut.”

Anemia membuat anak gampang sakit karena tidak punya daya tahan. “Gimana mau sehat kalau zat-zat untuk membuat daya tahan, terutama protein, sudah dibajak di usus oleh cacing,” lanjutnya. Anak juga akan kehilangan berat badan, dan prestasi belajar turun.

Berakibat Fatal
Cacingan juga bisa berakibat fatal. “Bisa ke empedu, meski jarang, atau bikin usus bolong. Fatalnya memang tidak secara langsung, tapi karena fisiknya lemah, daya tahan turun, maka penyakit lain pun masuk. Nah, penyakit lain inilah yang bikin fatal.”

Gejala cacingan biasanya ditandai dengan sakit perut, diare berulang, dan kembung. “Seringkali juga ada kolik yang tidak jelas dan berulang,” jelas Adi. Kalau sudah parah, “Muka anak akan tampak pucat dan badan kurus. Ini berarti sudah terjadi pemiskinan secara fisik,” lanjut dokter spesialis anak yang juga pemegang diploma kesehatan publik dari Singapura ini.

Kapan orangtua membawa anak ke dokter? Di daerah tropis dan sub-tropis, apalagi di daerah yang sanitasinya buruk, hampir semua anak pasti cacingan. Di daerah miskin, angka cacingan pada anak bahkan dipastikan bisa 100 persen. “Jadi, nggak perlu diperiksa, pasti cacingan. Oleh karena itu, setiap enam bulan sekali pada masa usia tumbuh, yaitu usia 0 sampai sekitar usia 15 tahun, anak diberi obat cacing.” Jangka waktu enam bulan ini untuk memotong siklus kehidupan cacing.

Dewasa Juga Cacingan
Menurut Adi Tagor, orang dewasa pun bisa cacingan. “Obat cacingnya untuk orang dewasa juga ada, tapi diberikan setahun sekali.” Yang membedakan cacingan pada anak dan pada dewasa adalah, anak-anak masih tumbuh dan berkembang, sementara orang dewasa sudah tidak lagi tumbuh dan berkembang. “Orang dewasa juga masih bisa survive, bisa melawan sendiri cacing yang ada.”

Yang harus dicermati adalah, kira-kira 60-80 persen penyakit yang terjadi pada usia dewasa dimulai di usia pertumbuhan. Misalnya, anemia kronis akibat cacingan. Ini akan membuat jumlah sel otak berkurang karena kekurangan nutrisi selama masa tumbuh kembang.

Akibatnya, ketika dewasa, kualitas fisik dan IQ orang tersebut tentu akan berkurang juga. Contoh lain, ketika kecil terkena penyakit infeksi yang tidak ketahuan. “Setelah dewasa sakit ginjal, dan sebagainya.”

Inilah usus yang dibedah, yang sudah akut kena cacingan!! Semoga anda tidak jijik melihatnya. Tapi, inilah realitas kalau dalam tubuh manusia itu ada parasit yang sangat mematikan seperti ini.


0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008