Rabu, 17 Agustus 2011

Sayang Bila Hanya Bersemayam Di Laptop

Tulisan saya dibawah ini adalah sebenarnya ingin saya masukkan ke buku “Indonesia Menulis” oleh Ersis dkk. Namun sayang, ketika saya sodorkan ke Mr. Editor yaitu Pak Heri Cahyo, beliau mengatakan bahwa naskahnya telat sehingga tidak bisa ‘lagi’ untuk dimasukkan ke dalam “Indonesia Menulis”.

Oke, tidak apa-apa. Dalam “Indonesia Menulis”, saya tetap bersyukur karena dua judul tulisan saya yang “Cengkerama Dengan Ersis” dan “Anak-anak” dimasukkan dalam buku tersebut. Oleh karena itu, saying bila tulisan saya dibawah ini hanya ‘bersemayam’ di folder artikelku di laptop saya.

Teman, inilah tulisan saya tentang kegiatan Pak Ersis ketika ‘Safari Menulis’ di Malang khususnya di UIN Malang. Dan beliau pernah meminta saya untuk mengcover kegiatan beliau di UIN Malang serta meminta saya untuk memberikan tanggapan tentang Talk Show Kepenulisan Bersama Ersis di UIN Malang.

Semoga Bermanfaat…
----------------------------------------


Geliat Budaya Menulis Di UIN Malang
Oleh: Erryk Kusbandhono

Di UIN Malang, banyak para mahasiswa yang berkeinginan untuk bisa menjadi seorang penulis handal. Diantara mereka bahkan ada yang berlomba mengikuti training dan seminar-seminar kepenulisan, trik serta cara cepat menjadi penulis yang buku best seller. Acap kali, diklat jurnalistik hampir dipastikan kursi penuh dengan mereka yang berkeinginan untuk menjadi penulis di media baik lokal maupun nasional.
Setelah termotivasi oleh para pemateri kepenulisan, mereka pun bertekad menjadi penulis yang handal secara instan, mereka memulai untuk mempratikkan itu. Akan tetapi setelah mencoba untuk menuliskan beberapa kata saja, sudah mandeg dan kekurangan ide yang akan ia tuangkan dalam bentuk tulisan, atau hanya memandangi tuts keyboard laptopnya tanpa ada tindak lanjutnya.
Itulah sedikit gambaran dari para mahasiswa yang awalnya menggebu-nggebu ingin menjadi penulis terkenal. Mereka berharap dari beberapa event pelatihan yang diikuti akan langsung secara instan bisa menulis. Dengan modal membayar tiket atau biaya pendaftaran yang super mahal untuk kalangan mahasisw diharapkan gairah untuk menulis tumbuh dengan cepat. Tetapi, di dunia ini tidak ada yang instan, kan. Semua butuh proses dan latihan yang berkesinambungan.
Untuk memulai dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya baca-tulis di kalangan mahasiswa harus dari diri mahasiswa itu sendiri. Walau mengikuti seminar dan talkshow ratusan kali pun, kalau tidak ada ‘action’, ya nonsen hasilnya
Bercermin dari Prof. Dr. Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang) yang memiliki rekor menulis yang mumpuni dan sudah tidak disanksikan lagi dalam soal kepenulisan. Terbukti sudah tiga kali, beliau berturut-turut mendapat rekor MURI dari karya-karya yang dihasilkannya. Beliau sudah dipastikan setiap hari senantiasa istiqomah untuk tetap menulis dikala fajar menyingsing ba’da sholat shubuh. Dan tak  pernah sekalipun alpa dan meninggalkan kebiasaan menulisnya meski beliau berada di luar negeri sekalipun.
Sekarang bagaimana para mahasiswanya bisa meniru dan meneladani pimpinannya. Dan melahirkan karya-karya tulisan yang akan mewarnai kampus tercintanya. Baik yang di ekpos di media lokal, nasional, internasional atau dibukukan untuk diterbitkan pada penerbit ataupun hanya sebagai catatan di jejaring sosial dan blog yang dimiliki. Sehingga lahirlah budaya menulis yang diharapkan dari generasi mahasiswa pengemban amanat bangsa atau setidaknya meneladani rektornya.
Tanggal 5 Mei 2011 adalah re awal kebangkitan budaya menulis di UIN Malang. Kenapa re awal kebangkitan? Itu tak lain karena di tanggal tersebut ada peristiwa yang menghentakkan sivitas akademika UIN Malang dengan diundangnya Ersis Warmansyah Abbas untuk mengisi pembekalan dan seminar yang diadakan di dua tempat berbeda tetapi masih dalam satu atap yaitu UIN Malang.

Pertama, beliau diundang oleh Fakultas Humaniora dan Budaya (Humbud) dalam rangka memberikan pembekalan kepada calon wisudawan dan wisudawati yang akan diwisuda pada tanggal 7 Mei 2011. Untuk yang di Fakultas Humbud UIN Malang, saya tidak bisa bercerita banyak karena acara tersebut sifatnya terbatas dan hanya dosen-dosen Humbud yang boleh hadir. Oleh karena itu, saya tidak bisa menceritakan geliat para wisudawan dan wisudawati ketika mengikuti seminar yang disampaikan oleh Ersis Warmansyah Abbas waktu itu.

Kedua, beliau diundang dalam acara Seminar Kepenulisan: “Menulis Tanpa Berguru” di Pesantrean Mahasiswa atau lebih dikenal Ma’had Sunan Ampel Al-‘Ali (MSAA) UIN Malang di Masjid Ulul Albab. Meski acara ini di agendakan malam hari pukul 19.30 WIB, namun tak meredam geliat mahasiswa UIN Malang untuk menghadiri acara tersebut. Terbukti, Masjid Ulul Albab lantai satu dan sebagian lantai dua penuh berjejal karena menanti dan ingin mengikuti seminar ini. Dipastikan, sekitar 1100an mahasiswa dan pengurus Ma’had berhimpit-himpitan memenuhi Masjid Ulul Albab. Acara tersebut dibuka oleh KH. Aunul Hakim, MA selaku wakil dari MSAA UIN Malang.

Dalam Seminar di Masjid Ulul Albab tersebut, Ersis mengatakan bahwa orang yang memiliki pikiran kotor dalam benaknya maka tidak akan mampu untuk menjadi penulis handal. Seseorang akan mampu menjadi penulis handal apabila ia mampu untuk mengeluarkan ide dalam pikirannya tanpa keraguan untuk berbuat salah. Jadi, menulis adalah menuliskan apa yang kita pikirkan dan kita rasakan.

Awal memberikan seminar, Ersis menyitir satu ayat dalam surat Al-Alaq yaitu; Iqra’. Iqra’ bismirobbikalladzi kholaq. Inilah landasannya, kenapa umat islam menjadi lemah dan tidak ‘berdaya’ zaman sekarang ini? Sebabnya karena kurangnya ‘membaca’, baik membaca tersurat maupun tersirat dalam Al-Qur’an maupun ayat-ayat kauniyah-Nya.

Ersis menerangkan bahwa perintah pertama dari Allah melalui utusan-Nya adalah Iqra’ bukan sholat, zakat maupun puasa. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menuliskannya dimanapun yang bisa mereka tulis. Bisa melalui pelepah kurma, kulit binatang, batu-batu maupun di media lainnya. Jadi, apabila seorang muslim malas membaca dan menulis, pada dasarnya ia juga melawan ‘perintah’ Allah dan Rasul-Nya.

Dua aspek inilah yang harus dipegang oleh seorang penulis yaitu melalui membaca kemudian menuliskannya. Tidak ada alasan untuk tidak membaca dan menulis. Perbanyak membaca yang tersurat dan tersirat. Manusia telah diberikan piranti akal dan otak untuk bisa mencerna berbagai macam fenomena alam di alam semesta ini.

Ada salah satu peserta yang bertanya; “Pak saya terkadang malas menulis. Apa tips-nya supaya saya tidak malas?”. Beliau menerangkan bahwa malas adalah pilihan bukan keturunan. Tak ada alasan untuk menulis kalau tekad seseorang itu sudah bulat. Tulis, tulis, dan tuliskan apa yang ada di pikiran dan benakmu. Jangan menjadi raja alasan, tutur Ersis.

Kunci sukses menjadi penulis adalah “Tulis apa yang anda pikirkan!” dan senantiasa membiasakan diri untuk menulis dan menulis tanpa henti. Dengan demikian, tulisan-tulisan kita akan terasah setiap harinya. Apapun dapat menjadi bahan tulisan kita.

Konsep tulisan yang baik adalah ‘memberi’ bukan ‘meminta’ yang kemudian dapat diterima oleh pembaca. Menulis sesuai dengan ide dan pemikiran diri sendiri, percaya pada potensi diri sendiri dan diaplikasikan dengan menuliskannya. Dan jangan terbelenggu oleh ketakutan melakukan kesalahan dalam menulis atau istilahnya Ersis ‘berhala’ dalam menulis.

Terakhir, yang membuat sivitas akademika UIN Malang berdecak kagum adalah penyampain Ersis yang nyantai dan luwes tanpa basa-basi sehingga membuat peserta tidak malu lagi dalam membangkitkan gairah menulis dalam diri. Inilah kelebihan Ersis dari penulis-penulis lain, tidak hanya melulu ceramah saja, namun menyuruh peserta untuk menuliskan apa yang ada dipikirannya saat itu juga.

Hasilnya, menakjubkan!... Sekitar 100-an artikel masuk melalui email beliau pagi harinya. Dan Ersis berjanji akan memilah dan memilih beberapa artikel tersebut untuk dijadikan sebuah buku “Menulis Buku di UIN Malang”. Menurut saya, beliau-lah TKM (Tukang Kompor Menulis) sejati di Indonesia ini!...

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008