Kamis, 30 Juni 2011

Rapelan 3 = Renungan Singkat; Kemarahan

Kemarahan kerap dipandang sebagai sesuatu yang negatif, karenanya harus dihindari. Padahal, tidak selamanya marah itu buruk. Ada memang marah yang buruk. Itu lho, kalau marah lalu disimpan di hati, sehingga berlarut-larut. Lantas jadi sakit hati. Atau malah juga jadi dendam. Marah yang demikian itulah yang bisa merugikan diri sendiri. Disamping juga bisa menjadi bibit masalah di kemudian hari, kalau sedang marahan; gurauan bisa dianggap hinaan, ucapan biasa saja ditangkap negatif.

Marah juga buruk kalau cara dan sasaran pelampiasannya tidak tepat. Misalnya saja; kesebelasan A kalah, lha kok toko-toko yang jadi sasaran. Atau, si Polan yang jadi gara-gara, lha kok si Pulin dan Si Pulun yang tidak bersalah yang dihajar.

Kalau dipikir dengan akal sehat, ya aneh sih. Tetapi memang begitulah yang kerap terjadi. Contoh yang paling jelas, tawuran pelajar atau kerusuhan massa yang berbau SARA, sering kan sumber gara-garanya hanya karena satu orang atau beberapa orang saja.

Akan tetapi, marah tidak selalu buruk. Ada saatnya kita memang perlu marah. Misalnya kalau ada orang yang sewenang-wenang (zhalim) terhadap orang lain yang lebih lemah, atau marah melihat ketidak-adilan yang terjadi di masyarakat kita ini.

So, marah sih oke saja. Ada saatnya kita harus marah, tetapi jangan berkepanjangan. Apalagi kalau sampai diiringi kebencian dan keinginan untuk membalas dendam. Kalau sudah selesai marahnya, ya sudah dong. Lupakan yang sudah berlalu, mulai lagi yang baru.

Akan tetapi, sebisa mungkin kita tidak “dianjurkan” untuk marah apalagi melampiaskannya. Rasul pernah bersabda sampai mengulang tiga kali ucapan beliau; Laa taghdhob, Laa Taghdhob, Laa Taghdhob…

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008