Kamis, 09 Juni 2011

Cerbung: Kisahku Bersama Ersis ( 4 )

NB: Cerbung (Cerita Bersambung) ini adalah kisahku bersama guru menulisku dan sahabatku di Facebook yaitu Ersis Warmansyah Abbas


“Menulis adalah memberi…”, kata Pak Ersis. Itulah salah satu kalimat yang sampai sekarang masih teringat di benak saya ketika beliau safari menulis ke Malang.

Jika Jama’ah Fesbukiyah pada umumnya mengagumi buku-bukunya dan tulisan-tulisannya, saya justru paling appreciate pada satu hal kecil yang saya temukan pada diri beliau ketika kami berdialog di Hotel Pelangi Malang pada tanggal 4 Mei 2011.


Hal kecil itu adalah fakta bahwa beliau selalu membaca tulisan saya. Hal kecil lainnya adalah, beliau juga membalas dengan berkomentar di tulisan saya tersebut. Saya rasa, Pak Ersis juga demikian terhadap teman-temannya yang lain di facebook ini. Sungguh saya sangat salut dengan sikap beliau, hingga saya tak sanggup menahan diri untuk bertanya waktu itu;

“Pak, apakah Pak Ersis selalu menyempatkan waktu untuk membaca dan berkomentar tulisan-tulisan yang di tag-kan ke Bapak? Tidakkah kesibukan Bapak yang luar biasa menjadi kendala untuk membaca dan kok masih sempat-sempatnya membalasnya dengan berkomentar?”

Pertanyaan itu saya lontarkan, mengingat saya yang tidak sesibuk beliau, saya selalu ‘kalang kabut’ untuk dapat membalasi tulisan-tulisan yang saya terima dari teman-teman di facebook ini. Sehari, saya bisa menerima (baca; yang nge-tag ke saya) tulisan dan puisi sekitar 11 s/d 14 an tulisan. Kadang, saya baru sempat baca dan berkomentar besoknya atau lusanya. Lha kalo Pak Ersis? Tentu, beliau lebih banyak menerima tag-an dari teman-temannya yang sehari bisa lebih dari 20-an tulisan.

Jawaban Pak Ersis membuat saya makin tertegun-tegun. “Lho, kenapa harus berat membaca tulisan orang lain dan berkomentar, Erryk? Dengan membaca kita bisa bertukar pikiran dan mendapatkan sesuatu yang baru. Lewat beginian inilah saya juga sebenarnya belajar.”

Teman, di jejaring sosial ini, saya mempunyai kawan seorang penulis, banyak. Dan juga, yang bertitle-kan Doktor atau Profesor, juga banyak. Tetapi, saya sangat jarang mereka-mereka ini membalas komentar di tulisannya. Apalagi membaca tulisan yang di tag-kan kepadanya dan mau berkomentar. Hehe, mau enaknya sendiri, ya. Tulisannya ingin banyak dikomentari orang, sedangkan dia sendiri malas untuk sekedar nge-like tulisan-tulisan tersebut. Nggak lucu, kan?

Dari kata simple beliau diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa; Pertama, justru dengan memberi, dengan berbagi, dengan bertukar pikiran, kita pada saat yang sama mendapatkan banyak hal: masukan, pemahaman dan ide-ide serta ilmu baru. Jadi sesungguhnya tidak ada kata rugi atas waktu, tenaga dan pikiran yang kita habiskan dengan membaca sekian puluh tulisan dan puisi tiap harinya. Kedua, membalas dengan berkomentar hakikatnya adalah berkomunikasi dengan orang lain atau bahasa agamanya disebut silaturahim.

“Saya senang menulis. Saya kalo sehari saja tidak menulis, rasanya tidak enak. Saya cinta menulis, termasuk membalasi tulisan teman-teman dengan berkomentar.”, imbuh beliau.

Jawaban Pak Ersis ini mengingatkan saya akan ucapannya Utsman Bin Affan yang berbunyi; “Jalinlah silaturahim, niscaya akan engkau dapatkan pintu-pintu rezeki yang tak terduga,” Ya, silaturahim. Kita juga bisa menyebutnya dengan networking.

Saya mendapat ilmu baru lagi dari beliau. Semua hal diatas, menuntun jemari saya untuk menuliskan kalimat terakhir di tulisan ini; “Menulis adalah memberi. Memberilah, maka engkau akan mendapatkan banyak manfaatnya”.

Sayang, pertemuan saya dengan Pak Ersis di Hotel Pelangi waktu itu cuman sekitar 2,5 jam-an. Seandainya saya bisa berbincang dan mengobrol lebih panjang, niscaya saya mendapatkan ilmu-ilmu yang banyak dari beliau dan bisa saya tuliskan disini untuk saya bagikan ke anda.


* Bersambung…


NB: Kata ‘bersambung’ diatas saya kasih tanda bintang ( * ) karena saya berharap agar Pak Ersis diberi rezeki umur panjang dan keluasan waktu untuk mengunjungi kami teman-temannya di Malang, sehingga saya bisa menuliskannya di sambungan Cerbung ini berikutnya.

EPILOG: Pak Ersis, maen-maen ke Malang lagi, ya? Kami tunggu Bapak dengan rambut panjangnya, lho...^_^

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008