Rabu, 18 Agustus 2010

Membersihkan Hati

Seorang sahabat di Jakarta, suatu hari membalas email saya. Ia memberi masukan sangat berharga. Karena ia seorang penulis, saya banyak bertanya seputar dunia tulis menulis. Ia mengatakan, bahwa bagusnya sebuah tulisan, tidak hanya karena teknik penulisannya saja. Tapi tulisan yang bagus adalah tulisan yang mengandung 'ruh'. Sedang untuk memasukkan ruh ke dalam tulisan, adalah dengan mengasah nurani dan jiwa kita.

Lama, saya termenung, setelah membaca email sahabat saya itu. Yang perlu saya garis bawahi adalah kalimat terakhir yang menyebutkan: mengasah nurani dan jiwa kita. Kata mengasah dalam pergaulan kita sehari-hari bermakna juga, mempertajam. Kalau mempertajam pisau, arit, sabit, golok, cangkul, itu tentu saja mudah. Tapi kalau mengasah dan mempertajam nurani dan jiwa? Duh, betapa susahnya. Saya mencobanya sampai jatuh bangun hingga sekarang. Bukankah mengasah dua hal itu adalah butuh konsekwensi diri yang luar biasa? Ya, konsekwensi untuk tazkiyatunnafs, tentunya.

Saya merasa sangat berterima kasih kepada sahabat saya itu. Karena masukannya menuntut saya harus bersih diri, dari penyakit-penyakit hati. Berarti saya harus meningkatkan kesabaran, keikhlasan, keistiqamahan, berprasangka yang baik, ridla, qonaah dan lain-lain. Dan sebisa mungkin harus mengurangi atau kalau bisa membuang jauh-jauh iri, dengki, bohong, kikir, prasangka tidak baik, malas, riya, sombong, judes dan sebagainya. Yang itu semua tentu saja bisa mengotori jiwa setiap hari.

Masukan dari sahabat saya itu, tentu bukanlah hal yang sembarangan. Karena sudah jelas sekali bahwa semua itu membutuhkan pembersihan hati dibaliknya. Pembersihan hati? Ya, tentu saja. sebab tidak mungkin kalau hanya mengucapkan tanpa didasari kejernihan jiwa.

Dalam membahas persoalan hati ini, para sufi sering mengibaratkan bahwa ilmu hati, ilmu batin, sungguh pelik, lembut, dan memang tidak nampak oleh mata lahir. Sehingga ada yang mengatakan bahwa ilmu ini adalah ilmu sirr, ilmu rahasia di dalam hati dan jiwa masing-masing orang. Saking lembutnya dan peliknya ilmu hati ini, sehingga kita sering berbuat dosa, tapi seolah tak terasa bahwa kita sedang berbuat dosa kepada Yang Maha Pencipta.

Mungkin hari ini kita sedang dianugerahi kesuksesan. Suatu hari kita bergumam sendiri di tengah keheningan. Seandainya saya tidak bekerja keras, dan membikin strategi yang handal, mungkin saya tidak akan jadi begini. Tak terasa kita berbangga diri. Dan hanyutlah kita terhadap sesuatu yang mengotori hati.

Atau, sekarang kaita sedang mengalami kegagalan telak. Sehingga suatu waktu kita mengeluh, kenapa Tuhan jadikan kita begini? Padahal saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan juga dengan parameter Islami? Maka tak terasa juga kita terseret dalam prasangka tidak baik kepada-Nya. Dan sudah barang tentu , ini adalah penyakit hati juga.

Sering, sering sekali kita mengalami hal-hal seperti itu. Yang ternyata adalah perbuatan menumpuk dosa secara halus sekali. Lantas bagaimana mengatasi hal seperti ini?

Al-Ghozali, juga memberi batasan dalam kaitan dengan pembersihan hati ini. Bahwa seorang yang bersih hatinya adalah mereka yang tidak terbuai dengan indahnya dunia. Tidak lalai dengan gemerlapnya isi dunia ini. Dan mereka tidak pernah lupa untuk berdzikir atau mengingat Allah SWT, di mana saja dan kapan saja. Dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.

Kalau sudah begitu, Insya Allah, kata-kata kita, hasil pena kita, langkah dan tindak tanduk kita, tentu bukanlah semata-mata dari kemampuan kita. Melainkan bimbingan dan tuntunan langsung dari Allah SWT. Sehingga tidak menutup kemungkinan apa yang kita omongkan, apa yang kita tulis, dan apa yang kita kerjakan akan dengan mudah diikuti oleh orang lain yang mendengar perkataan, membaca tulisan dan melihat perilaku kita.

"Beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwa. Dan merugilah orang-orang yang mengotorinya". (Asy Syam 8-9)

Membaca ayat tersebut, saya hanya bisa bertanya pada diri sendiri. Sudahkah saya serius dalam membersihkan hati yang rupanya makin hari makin berat ini? Saya tertawa kecil. Bukan mentertawakan siapa-siapa. Tapi mentertawakan diri sendiri yang masih kotor ini…

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008