Minggu, 06 September 2009

Keberartian Diri

Pernahkah engkau memperhatikan orang-orang di sekelilingmu saat berada di terminal? Di stasiun? Di mal? Di kereta? Di bis? Yang pasti aku sering melakukannya. Entah mengapa, aku tak tahu. Di tempat-tempat umum. Di mana banyak orang berlalu lalang dan berkumpul. Memandangi. Menatapi.

Seperti hari itu. Di Bus Pasuruan-Malang suatu siang tidak terlalu sesak, namun tidak juga bisa dibilang kosong. Aku iseng mengedarkan pandang ke sekeliling, memandangi para penumpang lainnya, memandangi para pedagang asongan yang mondar-mandir. Tak satu pun yang kukenal. Dan tentu saja, tak ada satu pun di antara mereka yang istimewa dalam pandangan mataku. Meskipun mungkin di antara mereka ada yang sangat saleh atau sangat zalim. Meskipun di antara mereka ada yang sedang bersedih atau malah berbahagia. Meskipun di antara mereka ada yang baik atau jahat. Tak ada yang menumbuhkan perasaan tertentu kecuali kesan sekilas: tindak-tanduk dan penampilan fisik mereka. Itu saja. Tak lebih. Tak kurang.

Pun demikian halnya denganku. Pastilah, bagi mereka aku bukan siapa-siapa. Bahwa misalnya aku seorang yang berprestasi, itu tak akan berarti apa-apa bagi mereka. Bahwa misalnya aku adalah seorang yang baik hati juga tak akan menumbuhkan salut pada mereka. Bahwa misalnya aku tengah bersedih atau bermasalah, mereka juga tak akan peduli. Memangnya siapa aku? Kehadiranku hanyalah selintas saja. Sesosok tubuh bernyawa yang dijuluki manusia yang kebetulan saja hadir di sana. Berada dalam satu tempat bersama mereka. Tak lebih. Tak kurang.

Saat-saat seperti itu sering membuatku berpikir tentang keberadaan diri. Diriku. Dan kemudian bertanya-tanya dalam hati: Siapakah aku bagi mereka? Dan siapakah mereka bagi saya? Dan jawabnya: I'm nobody. Aku bukan siapa-siapa bagi mereka. Dan mereka juga bukan siapa-siapa bagiku. Aku, siapa pun aku dan apapun yang telah kulakukan, tidaklah memiliki arti apapun bagi mereka. Karena mereka tidak mengenalku.

Tapi tidak demikian halnya diriku bagi beberapa orang tertentu yang dihadirkan Allah menjadi orang-orang dekatku. Suamiku, keluargaku, kerabatku, sahabat-sahabatku, teman kerjaku, tetanggaku. Orang-orang yang aku berinteraksi dengan mereka. Orang-orang yang bersama mereka aku menghabiskan waktu. Orang-orang yang memberikan sentuhan pada hidupku. Orang-orang yang telah melakukan sesuatu untukku. Bagi mereka, tentunya aku istimewa. Atau setidaknya, aku memiliki arti. Dan bagiku, mereka pun demikian adanya. Mereka memiliki arti, istimewa dan penting bagiku. Seperti apapun adanya mereka.

Demikian juga orang-orang yang lalu lalang di jalanan itu, meskipun mereka bukan siapa-siapa di mataku, pastilah mereka adalah sosok-sosok istimewa dalam kehidupan orang-orang dekat mereka: keluarga, saudara, dan sahabat.

Maka demikianlah, kebersamaan menumbuhkan ikatan emosi yang memberi warna dalam hidup kita. Hingga karena itu, kita merasakan keberartian diri di dunia ini. Keberartian yang akan memberi kita makna dalam hidup kita, dalam rangka ibadah kita kepada Sang Pencipta dan dalam menjadi wakil-Nya mengelola bumi ini.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008