Selasa, 19 Januari 2010

Manajemen Riset Para Mujtahid

Izinkan pada note saya kali ini, saya ingin membahas tentang Manajemen Riset Para Mujtahid. Di masa keemasan Islam, dimasa para mujtahid dan ilmuwan bersinergi menciptakan karya-karya peradaban yang sangat kreatif dan monumental hingga sekarang.

Satu contoh; riset di bidang sains dan teknologi tidak banyak berbeda dengan ijtihad seorang mujtahid di bidang hukum dan syara’. Keduanya sama-sama mencurahkan pikiran dan tenaga untuk mendapatkan jawaban suatu persoalan. Yang satu persoalan teknis, yang lain persoalan hukum.

Mujtahid mencari jawaban itu dari dalil-dalil syara’, sedang ilmuwan mencarinya dari metode eksperimental (misalnya di bidang ilmu-ilmu alam) atau metode rasional untuk menurunkan pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah ada (misalnya bidang matematika dan fisika teoritik).

Para cendikiawan muslim memberi perhatian pada semua jenis pengetahuan praktis, mengklasifikasi ilmu-ilmu terapan dan subjek-subjek teknologis berdampingan dengan telaah-telaah teoritis. Ini tampak misalnya dalam Mafatih al-‘Ulum karya Al-Khawarizmi, Ihsa Al-Ulum karya Al-Farabi, Al-Fihrist karya Ibnu Nadhim, Muqaddimah karya Ibnu Khaldun hingga Al-I’lam bi Manaqibil Islam karya Al-Amiri. Dalam bukunya, Al-Amiri (wafat 991 M) menggambarkan mekanika atau rekayasa sebagai berikut:

“Mekanika adalah disiplin yang menerapkan matematika dan ilmu alam. Mekanika memampukan seseorang mengambil air yang tersuruk di bawah tanah, juga mengangkat air dengan kincir atau air mancur, mengangkut barang-barang berat dengan sedikit tenaga, membangun lengkungan jembatan diatas sungai yang dalam dan melakukan banyak hal lain, yang jika disebutkan semua membutuhkan banyak ruang”.

Ilmuwan dan rekayasawan (muhandisun) mendapatkan kedudukan yang tinggi. Khalifah atau Sulthan, dekat dan hormat pada mereka. Dan seperti Para Mujtahid, Ilmuwan (Muhandisun) dimasa itu juga berani menyampaikan fakta ilmiah, sekalipun boleh jadi bertentangan dengan opini masyarakat atau penguasa.

Sebagai contoh; Al-Haitsam yang akhirnya menyimpulkan bahwa dengan teknologi saat itu sungai Nil mustahil dibendung, yang artinya proyek Sulthan Mesir harus dibatalkan. Akibat sikapnya itu, dia harus mengalami tahanan rumah bertahun-tahun dengan tuduhan telah gila. Ada sejarahwan yang menulis bahwa dia memang pura-pura gila untuk menghindari hukuman akibat wanprestasi. Kedua hal ini tak pernah diklarifikasi. Yang jelas, tidak mudah berpura-pura gila bertahun-tahun. Faktanya dalam tahanan, Al-Haitsam tak berhenti meneliti dan menulis, dan hasilnya adalah Kitab Dasar Optika.

Lain cerita, setiap kali seorang ilmuwan selesai menulis sebuah buku, buku ini langsung dilelang. Tak sedikit Aghniyaa’ yang menawar dengan emas seberat beberapa kali lipat timbangan buku itu. Setelah dilelang, buku itu akan diserahkan ke perpustakaan dan ratusan waraqien (tukang salin), akan menyalinnya dengan tangan untuk disebar ke masyarakat. Buku itu, beserta ilmu di dalamnya menjadi milik publik. Dan Sang Ilmuwan, dengan emas didapatnya, dapat meneliti kembali untuk menghasilkan karya-karya selanjutnya.

Hasilnya, pada saat kedatangan pasukan Mongol di Baghdad tahun 1258 M, koleksi buku di Perpustakaan Khalifah di Baghdad lebih dari dua juta buku. Jumlah yang fantastis!, mengingat saat itu belum ada komputer dan mesin cetak. Semua buku itu adalah masnuskrip tulisan tangan.

Manajemen riset di dunia Islam masih berjalan dengan baik hingga era Khalifah Utsmaniyah. Namun riset yang dilakukan tinggal didominasi teknologi terapan, seperti di bidang arsitektur atau persenjataan, sedang riset dasar seperti fisika atau matematika nyaris terhenti. Masyarakat-pun sudah tidak antusias dengan dunia ilmiah.

Walhasil, ketika dunia Barat bangkit dengan riset dasar yang kuat, ilmuwan muslim merasa gagap mengejarnya. Bahkan “konon” di ilustrasikan oleh orientalis; “Umat Islam tidak akan mampu mengejar teknologi Barat meski berlari selama 100 tahun untuk menyamai teknologi Barat”.

Saya hanyalah lulusan S2 PBA (Pendidikan Bahasa Arab), tentu tidak menguasai Sains & Teknologi secara eksklusif. Semoga note ini bisa meng-inspirasi-kan saudara-saudara saya yang menekuni Sains & Teknologi (baik dosen maupun mahasiswa Saintek) untuk membangkitkan “Manajemen Riset Para Mujtahid” kembali di era millenium ini. Allahumma Amin…

-dari berbagai sumber-

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008