Selasa, 05 Januari 2010

Kemendesakan

Dalam kemendesakan, waktu menjadi sangat berharga. Detik demi detik terasa begitu berarti. Dan saying kalau tersia-sia. Seperti pada sore itu, saya sedang mengejar waktu untuk tiba di Terminal Arjosari karena waktu berangkat sedang turun hujan.

Sampai pukul 17.00 saya masih ada di pasar Blimbing. Dalam keadaan normal, ke Terminal Arjosari memang tinggal 15 menitan. Tetapi persoalannya jalanan macet; panjang lagi. Mana sejak berangkat tadi gerimis turun tak kunjung henti, membuat sepeda motorku tak bias laju. Mau tidak mau harus cari “jalan tikus” (gang atau jalan yang bisa dijadikan alternative). Itu juga untung-untungan. Sebab, tidak jarang “jalan tikus” pun macet.

Dalam keadaan begitu, maka setiap kejadian menjadi “bermakna”, menimbulkan rupa-rupa perasaan; jengkel dengan kendaraan di depan yang berjalan perlahan; kepingin marah dengan serombongan orang yang menyeberang jalan, membuat sepeda motorku terpaksa dihentikan; kesal dengan Angkot yang bagai raja jalanan, membelok ke kanan dengan menyalip dari jalur kiri. Dan banyak lagi kejadian, yang dalam keadaan tidak mendesak akan berlalu begitu saja; tanpa makna, tanpa menimbulkan perasaan apa-apa. Dan tentu, saya tidak bisa menulis note ini bila tidak ada kemendesakan.

Hidup juga demikian. Bila tidak ada kemendesakan, segala sesuatu akan berjalan tanpa makna, berlalu begitu saja dan terlupakan. Kemendesakan yang utama dan pertama dalam hidup tak lain adalah KEMATIAN. Maka, kematian itulah sesungguhnya yang menjadikan hidup ini sangat berharga. Kematian menyadarkan kita, bahwa segala yang kita miliki di dunia ini; keluarga, waktu, kesehatan, harta benda, teman dan pekerjaan, cepat atau lambat akan kita tinggalkan.

Kesadaran itu selanjutnya mendorong kita untuk menjalani hidup ini sepenuh rasa tanggung jawab, menghargai yang kita miliki dengan sebaik-baiknya dan mempergunakannya dengan sebenar-benarnya.

Benarlah Baginda Rasul: “Beruntunglah orang yang cerdas itu (Al-Kayyis). Lalu para sahabat bertanya; Siapa orang yang cerdas itu (Al-Kayyis) itu, ya Rasul? Orang yang cerdas (Al-Kayyis) adalah orang yg mampu menahan hawa nafsunya dan orang yang mempersiapkan kematiannya dengan amal-amal kebajikan..”.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008