Selasa, 20 Oktober 2009

Sepatu Itu

"Ma, sore nanti antar Mas lihat-lihat sepatu ya ...," pintaku pada istriku yang sedang menggendong Azza di kamar.

"Kok agak mendadak, Mas?" Istriku agak kaget, sebab tak biasanya aku mengajaknya shopping.
"Kebetulan Ahad ini enggak ada acara ... mungkin ada sepatu yang cocok."

"Ya, bolehlah. Sekalian cari popok murah di “Mbak Robi," kata istriku. Mbak Robi' adalah nama pemilik minimarket favoritl di Grati, karena harga barang-barangnya yang relatif murah.

Sore itu minimarket yang kami tuju tak terlalu ramai. Aku mempersilahkan istriku untuk melihat-lihat sepatu di bagian wanita. Nanti kalau ada sepatu yang cocok buatku, dia akan kupanggil untuk kumintai pendapatnya.

Dari sela-sela gang bagian sepatu pria sesekali aku melirik istriku yang sedang melihat-lihat sepatu sambil menggendong Azza. Setelah beberapa menit berlalu, nampak istriku cukup lama berdiri di satu pojokan. Aku segera menghampirinya.

"Hmm, manis juga ya sepatunya ..." sorot mataku ikut tertuju ke sepatu coklat yang sedang dipegangi istriku.

"Eh, sudah ada sepatu yang cocok belum?" istriku malah bertanya tentang sepatu yang mestinya sudah aku pilih.

"Enggak ada, Ma. Mungkin nanti. Kenapa nih pegang-pegang sepatu coklat ini?" Aku memancing.

"Enggak apa-apa ... kan tadi disuruh lihat-lihat," jawab istriku ringan.

"Suka ya ... ?"

"Hmm, lumayan lah." Satu cara menjawab khas istriku. Diam-diam aku melihat caranya memegang dan menatap sepatu coklat itu agak berbeda.

"Ma, kayaknya cukup lihat-lihat sepatunya, ya. Katanya mau beli popok ... yuk!"

Sabtu depannya, aku ke Pasuruan setelah mengajar PKPBA dari senin-jum’at. Sepedaku ku parkir menuju minimarket yang kemarin ku-kunjungi. Sampai di kompleks, bergegas aku masuk ke minimarket dan membeli sepatu yang diinginkan isatriku sejak seminggu lalu.

Sesampai di rumah, terdengar suara Azza yang mulai pandai ngomong aaa & senyum membuatku sangat kangen saja. Kusimpan tas dan bungkusan sepatu sebentar, lalu aku gendong dan sun anakku. Kutunda kecup sayangku sejenak pada istriku yang sedang masak di dapur. Aku segera menuju lemari pakaian dan menyimpan sepatu yang kubeli. Selesai menyimpan rapi sepatu baru itu, aku ke dapur untuk menyampaikan kecupku yang tertunda. Ia tersenyum, lalu kembali tenggelam menyelesaikan masakannya. Sesekali kami saling bertanya keadaan masing-masing hari itu.

Menjelang tidur.

"Ma, tolong ambilkan kaos yang putih di lemari,"

"Manja amat. Biasanya juga ngambil sendiri," kata istriku. Sementara itu dia tetap berjalan menuju lemari baju.

Sayup terdengar pintu lemari pakaian terbuka. Braakkk, suara benda jatuh itu terdengar.

"Mas, ini apa yang jatuh?!" Aku diam saja sambil pura-pura tidak tahu.

"Hey, kok sepatu perempuan!?" Teriak istriku dari kamar dengan nada kaget dan heran.

Aku berjalan menghampiri istriku. Kupeluk perlahan dari belakang sambil aku bisikkan ke telinganya,"Sepatu ini untukmu, sayang ... Barakallaahu."

Beberapa saat istriku terdiam. Suasana menjadi hening. Kepalanya masih menunduk memandangi sepatu itu di tangannya. Lalu perlahan dia membalikkan badannya menghadapku. Aku lihat matanya berkaca-kaca. Tangan kirinya menggenggam sepasang sepatu coklat itu. Lalu tangan kanannya segera meraih tangan kananku dan menciumnya.

"Jazaakallaahu khairan, Mas" Aku rengkuh istriku dan kukecup keningnya sepenuh rasa. Getaran di dada istriku menahan isak harunya semakin kurasakan.

"Wa jazaakillaahu bi ahsani jazaa ...," bisikku. Aku bersyukur kepada Allah mempunyai istri yang luar biasa. Kejutan kecil seperti ini semoga menjadi tanda cinta kepada istriku karena-Nya semata.

Benarlah Rasululullah SAW, panutan kita dengan sabdanya, "Saling memberi hadiah-lah, niscaya kalian akan saling mencintai."

Semoga hadiah kecil ini mengekalkan cintaku terhadap istriku dan menjadi saksi di akhirat kelak. Amin…

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008