Selasa, 14 Juli 2009

Ibu


Bolehkah kulukis wajahmu di atas serpihan rindu
wajah yang telah membesarkan hatiku
dengan bait-bait doa dan senyum syahdu
Ijinkan kudekap sosok cintamu di jalanan hidup
yang pernah dan akan berlalu
cinta yang telah menghantarku pada lorong pendewasaan waktu
Biarkan ku pahat beku jiwaku dengan potret sikap sayangmu
yang tak jenuh memanjakanku

Namun,
Masihkah kau haturkan aku bernaung di bawah keagungan kasihmu
kasih yang tak pernah layu
walau tak mungkin ku bayar dengan batas usia yang tak tentu

Ibu…
Saat baktiku terhalang obsesi pencarian diri
engkau terdampar di hamparan asa yang nisbi
akupun menggeliat dari rintihan mimpi-mimpi tak jadi, dan…..
engkau tegar di atas jejak keputus-asaan
tatapmu tajam memancar kedamaian
lambaimu anggun mengayun ritme kesejukan
seakan kau percikan embun-embun kasih sayang
jiwamu bening dalam telaga dada lapang
pelepas dahaga pada taman harapan yang pernah kau janjikan

Ibu…
Ketabahan yang kau pendam di antara tumpukan kasih sayang
membuka mata akan makna doa yang tak pernah jeda
menguak tabir cinta yang lama terpenjara
memaksaku bersuara, “O, betapa aku t’lah berdosa!!!”

Kesabaran yang kau suguhkan
menyulut bara semangat di setiap peredaran yang
senantiasa menggelora
tak pernah hilang, menjelma di tiap rongga
…………………………
bayangmu ku simpan di laci lagu
tuk mengupas siksa rindu

Ibu…
Kini kubersimpuh di bawah kesakralan titahmu
menanti percikan doa restu
memburu surga di telapak kakimu
agar kau dendangkan tembang-tembang lagu
yang menghantarku ke pangkuan cintamu
agar kau ulang cerita bersulam
menyenyakkanku di peraduan mimpi-mimpiku

Ibu…
Suguhkan lagi untukku
kenangan-kenangan itu

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008