Kamis, 16 Juli 2009

Guru SD-ku

"Jabatan" yang mulia itu memang sangat kontras dengan “kekurangan” pd hidupnya. Kemuliaannya itu menjadikan beliau tidak pernah layak disebut orang yang kekurangan. Meski beliau gajinya pas-pasan, tetapi status sosialnya sebagai guru yang digugu & ditiru menyebabkan mereka selalu punya aji, harga diri yang lebih dari yang lain.

Dan memang agaknya, masyarakat tidak menggolongkan beliau ini sebagai orang yang miskin. Padahal kalau itung-itungan besarnya pendapatan, jelas gaji beliau ini di bawah UMP. Ini kenyataan yang harus kita terima tentang para guru, khususnya guru SD kita yang honorer, bukan Guru Besar lho! Masyarakat hanya mengenal guru tanpa pangkat/golongan kepegawaiannya. Guru, ya Guru. Titik! Tabu kita menyebutnya sebagai honorer, meski beliau benar-benar honorer.

Demikianlah, orang yang mulia. Yang mensyukuri segala karunia-Nya. Yang menurut saya kadang “terpojok” oleh kemuliaan itu sendiri. Tetapi tidak ada istilah terpojok bagi beliau. Beliau tidak pernah mengeluh dan selalu merasa kaya. Meski tidak ada uang di Bank, beliau tetap akan menjenguk muridnya yang sakit, wali muridnya, atau bahkan juga terkadang family muridnya, tentu dengan oleh-oleh ala kadarnya. Kalau muridnya menikah, undangan tetap akan sampai ke “bilik” kantor guru yang sempit di dalam sekolahannya.

Mengingat semua ini, saya jadi malu pada beliau semua (guru SD). Bagaimana tidak, saya terkadang mengeluh dan berat hati untuk mengajar; kok cuman segini ya, hasil dari mengajar saya? Padahal, tempat saya mengajar jauh lebih baik dari para guru saya diatas, yaitu di kampus UIN ini.

Ah, mereka memang guru-guruku yang tulus. Yang dari telapak tangan beliau mengalir doa-doa untuk kita anak-anak didiknya. Beliau akan terus melakukannya, karena beliau ingin anak-anak didiknya selalu sukses dan berhasil.

Saudaraku, pulanglah anda ke kampung halaman, dan temuilah guru-guru SD kita disana! Beliau tetap disana, tidak lupa pada kita. Meski diri kita sudah menjadi "orang besar", mereka tetap itu-itu saja setiap harinya.

Ingatlah wajah-wajah teduh mereka, kita selalu disambut sedemikian rupa oleh beliau ketika kita menjenguknya di hari lebaran, dan beliaupun selalu menanyakan kabar kita semua; sekarang kerja dimana? apa aktifitasnya? kuliahnya sudah selesai apa belum? Dan sederetan pertanyaan lainnya yang selalu ditanyakan oleh beliau setiap tahunnya.
Saudaraku, mari kita menengadahkan tangan, semoga Allah menerangi dunia dan akhiratnya, memberikan tempat yang layak disisi-Nya kelak, sebagaimana beliau telah mengantarkan kita pada terang cahaya ilmu pengetahuan.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008